Ibas Soroti Tantangan AI dan Perubahan Iklim, Dorong Kolaborasi ASEAN untuk Masa Depan Berkelanjutan

Foto Illustrasi: Teknologi kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI). (Istimewa)
Foto Illustrasi: Teknologi kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI). (Istimewa)

Wakil Ketua MPR RI, Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas), menyoroti tantangan kecerdasan buatan (AI) dan perubahan iklim dalam kuliah umum di Universiti Malaya.

Generasi.co, Jakarta – Wakil Ketua MPR RI dari Partai Demokrat, Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas), mengangkat dua tantangan besar yang dihadapi dunia saat ini.

Yaitu kecerdasan buatan (AI) dan perubahan iklim, dalam kuliah umum bertajuk “Navigating a Changing World: ASEAN’s Path to Stability and Prosperity” di Universiti Malaya pada Rabu, 30 April 2025.

Dalam pemaparannya, Ibas menekankan bahwa meskipun AI dan perubahan iklim tampak berbeda, keduanya memerlukan kesiapan dan kolaborasi lintas negara.

Ibas mengungkapkan bahwa AI memiliki potensi luar biasa, namun juga membawa kekhawatiran terkait dampaknya terhadap lapangan kerja dan nilai-nilai kemanusiaan.

Ia menyoroti pentingnya adaptasi terhadap transformasi teknologi tanpa mengabaikan nilai-nilai budaya dan empati khas Asia Tenggara.

“Kita memiliki nilai, identitas, dan empati yang tidak dapat dimiliki oleh robot dan AI. Jadi, kita dapat merancang dan menggunakan AI dengan cara yang mengutamakan manusia,” ujar Ibas.

Selain itu, Ibas menekankan perlunya kerja sama internasional untuk menangani risiko AI.

Ia menyarankan agar ASEAN bekerja sama menetapkan pedoman dan etika teknologi untuk penggunaan AI yang etis.

“Dengan bersikap kooperatif dan kreatif, kita dapat mengubah AI menjadi peluang, bukan ancaman,” tegasnya.

Dalam konteks perubahan iklim, Ibas menolak pandangan bahwa pertumbuhan ekonomi harus mengorbankan lingkungan.

Ia menekankan bahwa ekonomi dan ekologi dapat berjalan beriringan melalui penerapan ekonomi hijau.

“Jika kita mengorbankan lingkungan sekarang, keuntungan ekonomi mungkin tidak akan bertahan lama,” katanya. Ibas juga menyoroti langkah-langkah positif yang telah diambil Indonesia dan Malaysia, seperti larangan plastik sekali pakai dan penanaman 2 miliar pohon di Indonesia.

Kuliah umum ini disambut positif oleh pihak Universiti Malaya. Associate Deputy Vice-Chancellor (Academic & International), Prof. Dr. Yvonne Lim Ai Lian, menyatakan kuliah ini bukan hanya pertukaran akademis, tetapi juga penegasan hubungan hangat antara Malaysia dan Indonesia.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) di Universiti Malaya, Nasatha, menyampaikan antusiasme dan kebanggaannya bisa berpartisipasi langsung dalam kuliah umum ini.

(mpr.go.id)