Kasus korupsi di Pertamina Patra Niaga yang merugikan negara Rp193,7 triliun berawal dari impor minyak ilegal dan mark-up harga. Kejagung telah menetapkan 7 tersangka dalam skandal ini.
Generasi.co, Jakarta – Kasus korupsi di Pertamina Patra Niaga yang menyebabkan kerugian negara sebesar Rp193,7 triliun menjadi salah satu skandal terbesar dalam sejarah sektor energi Indonesia.
Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan tujuh orang sebagai tersangka korupsi, termasuk pejabat tinggi di Pertamina Patra Niaga dan PT Pertamina Internasional Shipping, serta beberapa broker yang terlibat dalam manipulasi harga impor minyak mentah.
Berikut adalah kronologi lengkap kasus ini, dari awal skandal hingga penetapan tersangka.
1. Awal Skandal: Dugaan Kecurangan dalam Impor Minyak Mentah
Kasus ini bermula dari kebijakan impor minyak mentah yang dilakukan oleh Pertamina Patra Niaga, anak usaha PT Pertamina (Persero) yang bertanggung jawab atas distribusi bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia.
Berdasarkan hasil penyelidikan Kejagung, dalam beberapa tahun terakhir Pertamina Patra Niaga mengabaikan pasokan minyak dalam negeri dan lebih memilih mengimpor minyak mentah dengan berbagai alasan yang tidak transparan.
Kecurigaan muncul ketika ditemukan adanya ketidaksesuaian antara kualitas minyak yang diimpor dengan yang dilaporkan dalam dokumen pembelian.
- Fakta yang ditemukan:
– Minyak yang diimpor seharusnya RON 92, tetapi yang didatangkan adalah RON 90.
– BBM hasil impor ini kemudian di-blending di depo untuk meningkatkan kadar oktannya menjadi RON 92, meskipun praktik ini tidak diperbolehkan secara regulasi.
– Proses ini menyebabkan harga dasar BBM menjadi lebih mahal, sehingga harga jual ke masyarakat juga ikut naik.
Situasi ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai transparansi impor minyak mentah yang dilakukan oleh Pertamina Patra Niaga.
2. Investigasi Kejagung: Dugaan Permufakatan Jahat dalam Tender
Pada awal 2025, Kejaksaan Agung mulai melakukan penyelidikan mendalam terhadap kebijakan impor minyak mentah yang dilakukan oleh Pertamina Patra Niaga.
Hasil penyelidikan mengungkap adanya permufakatan jahat antara sejumlah pejabat Pertamina dan para broker sebelum tender impor minyak dilakukan.
- Pihak yang terlibat dalam skandal ini:
- Riva Siahaan (RS) – Direktur Utama Pertamina Patra Niaga
- Sani Dinar Saifuddin (SDS) – Direktur Optimasi Feedstock dan Produk Pertamina Patra Niaga
- Yoki Firnandi (YF) – Direktur Utama PT Pertamina Internasional Shipping
- MK – Broker yang mengatur harga dalam tender
- DW – Terlibat dalam transaksi ilegal dengan pejabat Pertamina
- GRJ – Berperan dalam memfasilitasi kesepakatan tender ilegal
- M Kerry Andrianto Riza (MKA) – Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa
Menurut Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Abdul Qohar, sebelum tender dilakukan, para tersangka telah bersepakat mengenai harga dan pemasok minyak mentah yang akan digunakan.
“Ada permufakatan jahat antara tersangka SDS, AP, RS, dan YF bersama broker MK, DW, dan GRJ sebelum tender dilaksanakan dengan kesepakatan harga yang sudah diatur,” ujar Qohar.
Kesepakatan ini membuat harga impor minyak lebih mahal dari seharusnya, yang pada akhirnya menyebabkan kerugian besar bagi negara.
3. Penangkapan dan Penggeledahan di Kantor Pertamina
Pada awal Februari 2025, tim penyidik Kejagung melakukan penggeledahan di kantor pusat Pertamina Patra Niaga dan PT Pertamina Internasional Shipping.
Dalam penggeledahan ini, penyidik berhasil mengamankan dokumen-dokumen penting, termasuk:
- Kontrak impor minyak mentah yang mencurigakan.
- Bukti komunikasi antara pejabat Pertamina dan para broker.
- Dokumen transaksi keuangan yang menunjukkan dugaan mark-up harga dan fee ilegal.
Selain itu, Kejagung juga menemukan adanya pembengkakan biaya pengiriman minyak mentah yang dilakukan oleh PT Pertamina Internasional Shipping, yang dipimpin oleh tersangka Yoki Firnandi.
“Mark-up kontrak shipping dilakukan oleh tersangka Yoki, yang menyebabkan negara mengeluarkan fee tambahan sebesar 13-15 persen,” ungkap Qohar.
Dari skema ini, tersangka M Kerry Andrianto Riza, selaku beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa, mendapatkan keuntungan besar dari setiap pengiriman minyak yang dilakukan.
4. Dampak Korupsi: Harga BBM Mahal dan Beban Subsidi Membengkak
Korupsi ini tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga berdampak langsung pada masyarakat luas.
- Harga BBM menjadi lebih mahal, karena harga dasar yang digunakan dalam perhitungan subsidi BBM berasal dari transaksi impor yang dimanipulasi.
- Beban subsidi dalam APBN meningkat, akibat penggelembungan harga yang dilakukan dalam skema impor ilegal ini.
- Kepercayaan publik terhadap Pertamina semakin menurun, karena kasus ini mengungkap banyak kelemahan dalam tata kelola energi nasional.
5. Penetapan 7 Tersangka dan Langkah Kejagung Selanjutnya
Setelah pengumpulan bukti yang cukup, Kejagung akhirnya menetapkan tujuh orang sebagai tersangka pada 25 Februari 2025.
- Mereka dijerat dengan pasal tindak pidana korupsi dan pencucian uang, dengan ancaman hukuman maksimal seumur hidup.
- Kejagung juga akan menelusuri aliran dana yang diduga masuk ke rekening-rekening tersangka.
- Penyelidikan terus berlanjut untuk mengungkap kemungkinan keterlibatan pihak lain, termasuk di tingkat yang lebih tinggi dalam struktur manajemen Pertamina.
Qohar memastikan bahwa Kejagung tidak akan berhenti sampai di sini.
“Kami akan terus mengembangkan kasus ini, termasuk kemungkinan adanya tersangka tambahan yang turut menikmati hasil dari praktik korupsi ini,” pungkasnya.
Kasus korupsi tata kelola minyak mentah di Pertamina Patra Niaga menjadi salah satu skandal terbesar di sektor energi Indonesia, dengan kerugian negara mencapai Rp193,7 triliun.
- Tujuh tersangka ditetapkan, termasuk pejabat Pertamina dan broker yang terlibat dalam manipulasi impor minyak.
- Impor minyak ilegal, mark-up harga, serta manipulasi kadar oktan BBM menjadi modus utama dalam skandal ini.
- Harga BBM menjadi lebih mahal dan subsidi BBM membengkak, akibat korupsi yang terjadi di dalam sistem impor minyak.
Kejagung menegaskan penyelidikan akan terus berlanjut, dan tidak menutup kemungkinan adanya tersangka baru dalam kasus ini.
(BAS/Red)