Menlu Sugiono Sebut Sengketa Ambalat dengan Malaysia Harus Diselesaikan Lewat Diplomasi

Menteri Luar Negeri Sugiono (Sumber: Instagram @sugiono_56)
Menteri Luar Negeri Sugiono (Sumber: Instagram @sugiono_56)

Polemik penyebutan Blok Ambalat oleh Malaysia sebagai Laut Sulawesi menuai reaksi Indonesia. Menlu RI mendorong penyelesaian damai lewat jalur diplomatik.

Generasi.cco, Jakarta – Pemerintah Indonesia merespons polemik terkait pernyataan Malaysia yang menyebut wilayah Ambalat sebagai bagian dari Laut Sulawesi. Menteri Luar Negeri RI Sugiono menegaskan penyelesaian isu ini harus dilakukan secara damai melalui jalur diplomasi.

“Itu selesaikan baik-baik. (Lewat) Diplomasi, selesaikan dengan baik-baik,” ujar Sugiono kepada awak media usai menghadiri peringatan ASEAN Day ke-58 di Sekretariat ASEAN, Jakarta, Jumat (8/8/2025).

Kontroversi bermula dari pernyataan Menteri Luar Negeri Malaysia Mohamad Hasan yang menyebut area maritim ,yang mencakup Blok ND6 dan ND7, sebagai wilayah Laut Sulawesi, bukan Ambalat seperti yang diakui oleh Indonesia. Kedua blok tersebut termasuk dalam peta baru Malaysia tahun 1979, dan merujuk pada konsesi migas yang telah diberikan kepada Shell untuk eksplorasi di kawasan tersebut.

Hasan menyinggung putusan Mahkamah Internasional (ICJ) tahun 2002 terkait kedaulatan atas Kepulauan Sipadan dan Ligitan sebagai landasan hukum yang memperkuat klaim maritim Malaysia di kawasan itu. Ia menekankan pentingnya penggunaan istilah yang sesuai dengan klaim kedaulatan Malaysia.

“Putusan Mahkamah Internasional (ICJ) tahun 2002 tentang kedaulatan Kepulauan Sipadan dan Ligitan semakin memperkuat posisi wilayah maritim kita di Laut Sulawesi,” kata Hasan.

Ia menambahkan Malaysia akan terus mempertahankan hak-haknya berdasarkan Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS) 1982, dan menyatakan isu ini akan ditangani melalui mekanisme diplomatik yang telah disepakati kedua negara.

“Dan semua pembahasan mengenai hal ini akan dilakukan melalui mekanisme diplomatik, hukum, dan teknis dalam kerangka kerja bilateral yang telah ditetapkan,” lanjutnya.

Sementara itu, Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim juga menyoroti pentingnya penyelesaian yang mengacu pada hukum internasional, sejarah, serta masukan dari pemerintah negara bagian Sabah. Ia menyampaikan hal tersebut saat menghadiri perayaan Hari Petani, Pemulia, dan Nelayan Nasional 2025.

“Kita harus mengadakan diskusi berdasarkan hukum, sejarah, dan dengan persetujuan pemerintah negara bagian (Sabah) dan ini harus dibawa ke Dewan Perwakilan Rakyat Negara Bagian. Itulah persyaratan resminya,” ujar Anwar seperti dikutip oleh Bernama.

Anwar juga menyebut adanya kerja sama antara Petronas dan Pertamina dalam eksplorasi migas yang menyentuh wilayah perairan kedua negara.

Dalam kunjungan ke Indonesia akhir Juli lalu, Anwar menegaskan penyelesaian batas wilayah harus dicapai secara damai. Hal serupa disampaikan Presiden RI Prabowo Subianto, yang juga menginginkan pendekatan berdasarkan itikad baik.

“Kita cari penyelesaian yang baik, yang damai, ada itikad baik dari dua pihak. Kita jangan, biasalah ada mungkin. Intinya kita mau penyelesaian yang baik,” kata Prabowo.

Meski telah berlangsung bertahun-tahun, perundingan perbatasan maritim antara Indonesia dan Malaysia di kawasan Ambalat belum menemui titik temu. Indonesia mengklaim Ambalat sepenuhnya sebagai wilayah kedaulatan RI, sementara Malaysia menganggap blok ND6 dan ND7 di kawasan itu masuk wilayah mereka.

(BAS/Red)