Generasi.co – Pemerintahan Presiden RI Prabowo dan Wakilnya, Gibran Rakabuming Raka (Prabowo-Gibran) dibenani utang ribuan triliun rupiah.
Angka tepatnya, Prabowo-Gibran menghadapi beban pembayaran utang hingga Rp1.353,2 triliun di tahun 2025.
Beban pembayaran di era pemerintahan Prabowo-Gibran itu mencakup pinjaman, bunga utang dan Surat Berharga Negara (SBN).
Hal itu dikatakan Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Riza Annisa Pujarama, dalam Diskusi Publik ‘Arah Kebijakan Menuju Ekonomi 8 Persen’ di Jakarta, Senin (18/11/2024).
“Pembayaran utang sebesar Rp1.353,2 triliun untuk membayar pinjaman sebesar Rp94,83 triliun dan bunga utang Rp552,9 triliun.”
“Termasuk pembayaran Surat Berharga Negara (SBN) jatuh tempo sebesar Rp705,5 triliun” paparnya dikutip generasi.co.
Riza mengatakan, pembayaran utang tahun 2025 meningkat tajam dibandingkan tahun 2024 yang sebesar Rp927,6 triliun.
Sementara total utang pemerintah hingga tahun 2024 menembus angka Rp8.473 triliun.
Pembayaran utang yang besar, membuat kapasitas fiskal menjadi menyusut apalagi kenaikannya tinggi dari tahun ke tahun.
Di tahun 2014, porsi pembayaran bunga utang di APBN hanya 11 persen dan melonjak menjadi 20 persen di tahun 2024.
Rasio utang pemerintah saat ini sebesar 38 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) memang masih aman.
Hal itu karena dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Keuangan Negara batas rasio utang sebesar 60 persen dari PDB.
Yang menjadi persoalan, lanjut Riza, beban pembayaran bunga utang akibat suku bunga obligasi yang tinggi sebesar 6,88 persen.
Di negara lain, seperti Amerika Serikat suku bunga obligasinya hanya sekitar 4,5 persen dan di Jepang cuma satu persen.
“Beban bunga utang kemungkinan semakin besar. Karena dalam asumsi makro APBN 2025 suku bunga obligasi lebih tinggi lagi, yaitu 7,1 persen,” ucap Riza.
Kondisi tentu harus jadi perhatian karena pembayaran utang yang besar harusnya diimbangi dengan penerimaan negara yang memadai.
Sementara penerimaan negara dari sisi perpajakan di tahun 2024 mengalami perlambatan.
Berdasarkan data Kementerian Keuangan (Kemenkeu) RI, penerimaan negara dari perpajakan hingga akhir Oktober, tercatat Rp1.749,3 triliun. Jumlah itu baru sekitar 75,7 persen dari target dalam APBN 2024.
(BAS/Red)