Amerika Serikat (AS) dan China sepakat memangkas tarif resiprokal dan menghentikan penerapan tarif impor selama 90 hari dalam upaya meredakan perang dagang yang telah mengguncang ekonomi global.
Generasi.co, Jakarta – Pemerintah Amerika Serikat (AS) dan Republik Rakyat Tiongkok (China) resmi mengumumkan kesepakatan bersama untuk memangkas tarif resiprokal dan menghentikan sementara penerapan tarif impor selama 90 hari ke depan.
Langkah ini merupakan bagian dari upaya meredakan ketegangan dalam perang dagang yang telah berlangsung bertahun-tahun dan menyebabkan ketidakstabilan di pasar keuangan global.
Kesepakatan ini diumumkan setelah pertemuan tingkat tinggi antara pejabat ekonomi senior kedua negara di Jenewa, yang juga menjadi pertemuan tatap muka pertama sejak Presiden AS Donald Trump kembali menjabat pada Januari 2025 dan meluncurkan kembali kebijakan tarif agresif terhadap sejumlah negara, termasuk China.
Menteri Keuangan AS, Scott Bessent, menyatakan kedua pihak menunjukkan itikad baik untuk mencapai solusi damai dalam sengketa perdagangan.
“Kedua negara mewakili kepentingan nasional mereka dengan sangat baik. Kami berdua memiliki kepentingan dalam perdagangan yang seimbang. AS akan terus bergerak ke arah itu,” ujar Bessent, dikutip dari Reuters, Senin (12/5/2025).
Dalam kesepakatan tersebut, tarif impor akan diturunkan lebih dari 100 poin persentase menjadi 10 persen.
Penurunan ini diharapkan dapat membuka kembali jalur perdagangan yang sempat terganggu akibat konflik dagang yang berkepanjangan.
Bessent juga telah melakukan pertemuan lanjutan dengan Perwakilan Dagang AS, Jamieson Greer.
Keduanya sepakat bahwa pembicaraan telah menunjukkan kemajuan signifikan dalam mempersempit perbedaan pandangan antara Washington dan Beijing.
Sebelumnya, sejak kembali menjabat, Presiden Donald Trump menaikkan tarif barang impor dari China menjadi 145 persen.
Tarif ini merupakan kelanjutan dari kebijakan proteksionis yang dijalankannya pada masa jabatan pertamanya, ditambah dengan bea masuk tambahan yang diberlakukan selama pemerintahan Presiden Joe Biden.
Sebagai respons, pemerintah China memberlakukan pembatasan ekspor pada sejumlah komoditas penting, terutama yang digunakan dalam industri pertahanan dan barang elektronik konsumen di AS.
Tak hanya itu, China juga menaikkan tarif pada berbagai produk asal AS hingga mencapai 125 persen.
Ketegangan dagang ini berdampak signifikan terhadap perdagangan bilateral yang sebelumnya bernilai hampir 600 miliar dolar AS per tahun.
Konflik tersebut turut mengganggu rantai pasok global, memicu kekhawatiran akan stagnasi ekonomi dunia, serta menyebabkan pemutusan hubungan kerja (PHK) di berbagai sektor industri.
Langkah terbaru dari kedua negara untuk menurunkan tensi perang dagang ini pun disambut positif oleh para pelaku pasar global.
Meski bersifat sementara, gencatan tarif selama 90 hari memberikan harapan baru bagi stabilitas perdagangan internasional dan pemulihan ekonomi global yang lebih berkelanjutan.
Pemerhati ekonomi internasional menilai bahwa masa 90 hari ini akan menjadi momentum penting untuk menyusun kesepakatan jangka panjang yang lebih komprehensif.
Jika dimanfaatkan dengan baik, peluang ini dapat membuka jalan menuju hubungan dagang yang lebih sehat antara dua kekuatan ekonomi terbesar di dunia.
(BAS/Red)