Hidayat Nur Wahid Dorong Indonesia Gabung ‘The Hague Group’ untuk Sanksi Kolektif terhadap Israel

Foto: Wakil Ketua MPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS), Dr. H. M. Hidayat Nur Wahid, MA. (mpr.go.id)
Foto: Wakil Ketua MPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS), Dr. H. M. Hidayat Nur Wahid, MA. (mpr.go.id)

Hidayat Nur Wahid mendorong Indonesia untuk bergabung dengan ‘The Hague Group’ guna memperkuat sanksi kolektif terhadap Israel. Langkah ini sejalan dengan konstitusi Indonesia dalam mendukung kemerdekaan Palestina.

Generasi.co, Jakarta – Wakil Ketua MPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS), Dr. H. M. Hidayat Nur Wahid, MA, mengapresiasi langkah sejumlah negara yang tergabung dalam The Hague Group.

Dimana telah sepakat memperkuat implementasi keputusan Mahkamah Internasional (ICJ) dan Mahkamah Pidana Internasional (ICC) terhadap Israel.

Selain itu, kelompok ini juga menyerukan boikot ekonomi dan diplomatik terhadap Israel secara kolektif.

Sebagai negara yang secara konstitusional mendukung kemerdekaan Palestina dan menolak penjajahan Israel, Hidayat Nur Wahid (HNW) mendorong agar Indonesia segera bergabung dengan The Hague Group.

Ia juga mengusulkan agar Indonesia menggalang dukungan dari negara-negara ASEAN, Organisasi Kerja Sama Islam (OKI), dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk memperkuat sanksi kolektif terhadap Israel.

“Inisiatif dari The Hague Group yang mendukung keputusan ICJ dan ICC terhadap Israel serta memperjuangkan keadilan bagi rakyat Palestina patut diapresiasi.”

“Seharusnya, Pemerintah Indonesia menjadi bagian dari inisiatif ini sejak awal. Namun, lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali.” paparnya dalam keterangan pers di Jakarta, Senin (3/2/2025).

“Pemerintah, melalui Kementerian Luar Negeri (Kemlu), harus segera mengambil peran strategis untuk mewujudkan amanat konstitusi dan membayar utang sejarah Indonesia terhadap Palestina,” ujar HNW kembali.

The Hague Group dan Langkah Konkret Sanksi terhadap Israel

Sebagai informasi, The Hague Group merupakan kelompok yang terdiri dari sembilan negara, yaitu Afrika Selatan, Belize, Bolivia, Kolombia, Kuba, Honduras, Malaysia, Namibia, dan Senegal.

Kelompok ini memperjuangkan keadilan bagi rakyat Palestina melalui implementasi putusan Mahkamah Internasional (ICJ) dan Mahkamah Pidana Internasional (ICC) yang berbasis di Den Haag, Belanda.

Beberapa poin utama yang ditekankan dalam pernyataan bersama (joint statement) kelompok ini antara lain:

  • Menegakkan Resolusi PBB No. A/RES/Es-10/24 yang menuntut penghentian agresi Israel terhadap Palestina.
  • Mendukung gugatan ke Mahkamah Pidana Internasional (ICC), termasuk penerbitan surat penangkapan terhadap pemimpin Israel, khususnya Perdana Menteri Benjamin Netanyahu.
  • Menerapkan sanksi ekonomi dan diplomatik terhadap Israel secara kolektif.
  • Mencegah transfer senjata ke Israel yang digunakan untuk kejahatan kemanusiaan terhadap rakyat Palestina.
  • Menolak penggunaan pelabuhan di wilayah sembilan negara anggota The Hague Group untuk kepentingan militer Israel.

HNW menilai, jika Indonesia bergabung dengan The Hague Group, maka tekanan terhadap Israel akan semakin kuat.

Ia juga mendorong Pemerintah Indonesia untuk memperluas inisiatif sanksi ekonomi dan diplomatik minimal di tingkat ASEAN dan OKI.

“Sanksi kolektif secara ekonomi dan diplomatik ini bisa sangat efektif jika dilakukan secara masif dan melibatkan lebih banyak negara.”

“Apalagi, Indonesia memiliki kedekatan dengan beberapa negara yang tergabung dalam The Hague Group, seperti Malaysia dan Senegal yang juga menjadi anggota OKI. Maka, langkah strategis berikutnya adalah menggalang dukungan di ASEAN dan OKI,” tegasnya.

Boikot Hubungan Dagang dengan Israel

HNW juga menyoroti masih adanya hubungan dagang Indonesia dengan Israel, meskipun kedua negara tidak memiliki hubungan diplomatik.

Menurutnya, hubungan dagang ini justru memperkuat ekonomi Israel dan membantu mereka melanggengkan pendudukan ilegal di Palestina.

“Seharusnya, bukan hanya hubungan diplomatik yang tidak dilakukan karena bertentangan dengan konstitusi, tetapi juga hubungan dagang dengan Israel harus dihentikan.”

“Israel menjadikan hubungan dagang sebagai salah satu cara melegitimasi eksistensi mereka yang ilegal,” tambah dia.

Sebagai upaya konkret, HNW berharap agar Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Boikot, Divestasi, dan

Sanksi terhadap Israel, yang telah diusulkan oleh Fraksi PKS ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2025-2029, dapat segera diprioritaskan untuk dibahas dan disahkan.

“Regulasi ini penting sebagai dasar hukum yang kuat untuk memboikot Israel. Jika Indonesia memiliki regulasi yang jelas, negara lain pun akan lebih mudah mengikuti langkah ini.”

“Dengan demikian, upaya membela Palestina bisa lebih maksimal, sekaligus meneguhkan komitmen Presiden Prabowo Subianto yang telah berulang kali menyuarakan dukungan untuk kemerdekaan Palestina di berbagai forum internasional,” pungkasnya.

(mpr.go.id)