Generasi.co, Jakarta – Presiden Amerika Serikat Donald Trump serukan agar Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky dan Presiden Rusia Vladimir Putin bersatu.
Menurut Donald Trump, hal itu dilakukan guna mengakhiri perang yang telah berlangsung selama lebih dari tiga tahun antara Moskow dan Kyiv.
Pernyataan ini menandai perubahan sikap Trump yang sebelumnya mengkritik Zelensky sebagai seorang “diktator”.
Dilansir AFP, Sabtu (22/2/2025), Trump menekankan kedua belah pihak harus mencapai kesepakatan demi menghentikan pertumpahan darah.
“Presiden Putin dan Presiden Zelensky harus bersatu. Karena Anda tahu? Kita ingin menghentikan pembunuhan jutaan orang,” ujar Trump kepada wartawan di Ruang Oval Gedung Putih, Jumat (21/2/2025) waktu setempat.
Trump Tawarkan Kesepakatan ke Ukraina
Dalam pernyataannya, Trump mengungkap, Ukraina “diharapkan” untuk menandatangani kesepakatan dengan AS yang akan memberikan Washington akses istimewa terhadap cadangan mineral Ukraina.
“Mereka sangat berani, dalam segala hal yang dapat Anda bayangkan. Namun, kita menghabiskan harta kita di suatu negara yang sangat, sangat jauh,” ujar Trump, merujuk pada miliaran dolar yang telah dikucurkan AS untuk membantu Ukraina sejak invasi Rusia pada Februari 2022.
Trump ingin Ukraina memberikan akses sumber daya alamnya kepada perusahaan-perusahaan AS sebagai bentuk kompensasi atas bantuan keuangan dan militer yang telah diberikan Washington.
Sebagai imbalannya, Trump menjanjikan jaminan keamanan bagi Ukraina.
Namun, Zelensky menolak tawaran tersebut dan menyatakan bahwa negaranya menginginkan hasil yang adil dalam perundingan perdamaian.
“Saya mengharapkan hasil yang adil untuk Ukraina,” tegas Zelensky dalam konferensi pers pada Jumat (21/2).
Trump Sebut Zelensky “Diktator” dan Salahkan Ukraina
Pernyataan terbaru Trump ini cukup kontras dengan sikapnya sebelumnya yang menyebut Zelensky sebagai “diktator tanpa pemilihan”.
Trump bahkan secara keliru menyalahkan Ukraina sebagai pihak yang memulai perang dengan Rusia.
Dalam wawancara dengan Fox News, Trump menegaskan bahwa peran Zelensky tidak terlalu penting dalam pembicaraan AS-Rusia terkait konflik tersebut.
“Saya telah melakukan pembicaraan yang sangat baik dengan Putin, dan saya tidak melakukan pembicaraan yang begitu baik dengan Ukraina. Mereka tidak memiliki kartu apa pun,” ucap Trump di Gedung Putih.
Trump juga menolak menyalahkan Rusia atas invasi Februari 2022, dengan menyatakan Putin memang menyerang, tetapi Ukraina seharusnya tidak membiarkan dirinya diserang.
Sikap baru Trump terhadap perang Rusia-Ukraina memicu kekhawatiran di Eropa, yang selama ini bergantung pada AS dalam mendukung pertahanan Ukraina.
Sebagai respons atas sikap Trump, Kanselir Jerman Olaf Scholz menegaskan bahwa Jerman tidak akan meninggalkan Ukraina dan tidak akan mengambil keputusan apa pun tanpa melibatkan Kyiv.
“Kami tidak akan meninggalkan Ukraina sendirian dan memutuskan hal-hal di luar sepengetahuan mereka,” ujar Scholz dalam kampanye besar terakhirnya sebelum pemilihan umum Jerman pada akhir pekan.
Pernyataan Donald Trump yang meminta Zelensky dan Putin untuk “bersatu” dalam menyelesaikan perang Rusia-Ukraina menandai perubahan sikapnya terhadap konflik ini.
Trump menawarkan kesepakatan kepada Ukraina untuk menyerahkan akses sumber daya mineralnya ke AS sebagai kompensasi atas bantuan yang telah diberikan Washington.
Namun, Zelensky menolak tawaran tersebut, sementara Jerman menegaskan dukungan penuhnya bagi Ukraina.
Dengan pemilu presiden AS yang semakin dekat, sikap Trump terhadap perang Rusia-Ukraina bisa menjadi faktor penting dalam kebijakan luar negeri AS ke depan.
(BAS/Red)