RRI dan TVRI memberhentikan sejumlah kontributor daerah akibat efisiensi anggaran. Anggota DPR Eva Monalisa meminta hak-hak tenaga lepas tetap diperhatikan.
Generasi.co, Jakarta – Lembaga Penyiaran Publik (LPP) Radio Republik Indonesia (RRI) dan Televisi Republik Indonesia (TVRI) dikabarkan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap sejumlah kontributor daerah.
Langkah ini diambil sebagai bagian dari kebijakan efisiensi anggaran yang diterapkan dalam APBN 2025.
Menanggapi hal tersebut, anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Eva Monalisa, menegaskan kesejahteraan kontributor yang terdampak harus tetap diperhatikan.
“Kami memahami bahwa efisiensi anggaran adalah kebijakan pemerintah Presiden Prabowo yang harus dijalankan. Namun, kami mendesak agar hak-hak kontributor tetap dijamin,” ujar Eva dalam pernyataannya, Rabu (12/2/2025).
Dampak
Keputusan PHK ini terjadi akibat pemangkasan anggaran pada RRI dan TVRI dalam APBN 2025.
RRI harus mengurangi jumlah kontributornya karena anggarannya dipotong hingga Rp300 miliar dari total pagu Rp1,7 triliun.
Sementara itu, TVRI juga menghentikan penggunaan jasa kontributor sebagai bagian dari langkah efisiensi.
Kebijakan ini berdampak pada banyak jurnalis lepas yang selama ini berperan dalam menyajikan berita dari berbagai daerah di Indonesia.
Kompensasi Layak
Eva menegaskan bahwa meskipun PHK diperbolehkan secara hukum, keputusan tersebut harus diiringi dengan kompensasi yang layak bagi para tenaga kerja yang terdampak.
“Mereka berhak atas pesangon, program bantuan, atau peluang kerja baru, baik di industri penyiaran maupun sektor lainnya,” jelasnya.
Selain itu, Eva juga meminta agar pemerintah dan LPP mempertimbangkan program transisi bagi para kontributor yang kehilangan pekerjaannya.
“Setidaknya, ada pelatihan atau program transisi bagi kontributor yang terdampak agar mereka bisa beralih ke pekerjaan lain di bidang penyiaran atau sektor lain yang relevan,” katanya.
Kontributor Rawan Terdampak Efisiensi
Eva menyoroti bahwa posisi kontributor lebih rentan terkena dampak efisiensi dibandingkan pegawai tetap yang berstatus Aparatur Sipil Negara (ASN).
“Sebagai tenaga lepas, kontributor memang bukan ASN, tetapi mereka memiliki peran vital dalam peliputan berita dan penyebaran informasi ke daerah-daerah,” jelasnya.
Kontributor berperan sebagai ujung tombak dalam menyampaikan informasi dari berbagai wilayah, terutama di daerah terpencil yang sulit dijangkau oleh wartawan pusat.
Dengan semakin sedikitnya jumlah kontributor, Eva khawatir kualitas dan jangkauan siaran RRI dan TVRI akan ikut terpengaruh.
“Kalau jumlah kontributor terus berkurang, dikhawatirkan akan berdampak pada kualitas dan jangkauan siaran RRI dan TVRI, terutama di daerah terpencil yang sulit diakses,” tegasnya.
Harapan
Eva berharap pemerintah dapat mencari solusi lain dalam melakukan efisiensi anggaran agar tidak berdampak langsung pada tenaga kerja lepas di sektor penyiaran.
Ia juga meminta agar tidak ada pengurangan lebih lanjut terhadap kontributor yang masih bertahan.
“Kami berharap ada alternatif lain dalam kebijakan efisiensi anggaran, sehingga tenaga lepas yang telah berkontribusi besar bagi penyiaran nasional tidak kehilangan pekerjaan mereka tanpa solusi yang jelas,” pungkasnya.
Keputusan pengurangan tenaga kerja di RRI dan TVRI ini masih menjadi sorotan banyak pihak, terutama terkait dampaknya terhadap dunia jurnalistik dan penyebaran informasi di Indonesia.
(BAS/Red)