Al Hidayat Samsu: Wacana Perguruan Tinggi Kelola Tambang Tidak Masuk Akal

Foto: Anggota MPR RI dari Kelompok DPD, Al Hidayat Samsu. (mpr.go.id)
Foto: Anggota MPR RI dari Kelompok DPD, Al Hidayat Samsu. (mpr.go.id)

Anggota MPR dari Kelompok DPD, Al Hidayat Samsu, menolak wacana perguruan tinggi mengelola tambang dalam revisi UU Minerba.

Generasi.co, Jakarta – Anggota MPR RI dari Kelompok DPD, Al Hidayat Samsu, mengkritik keras wacana pemberian kewenangan kepada perguruan tinggi untuk mengelola tambang dalam revisi Rancangan Undang-Undang Mineral dan Batubara (UU Minerba).

Menurutnya, kebijakan tersebut tidak masuk akal dan merupakan bentuk pengalihan tanggung jawab yang membebani dunia akademik.

“Peran utama perguruan tinggi adalah mencetak generasi unggul, bukan mengelola tambang. Kebijakan ini berisiko besar terhadap integritas akademik dan kredibilitas institusi pendidikan tinggi,” tegas Al Hidayat dalam keterangannya, Jumat (31/1/2025).

Revisi UU Minerba Dinilai Tidak Berpihak pada Rakyat

Al Hidayat menyoroti bahwa dalam 100 hari pertama pemerintahan Presiden Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, masyarakat justru dikejutkan dengan wacana kontroversial revisi UU Minerba yang diusulkan DPR.

Salah satu poin dalam revisi ini adalah pemberian izin kepada perguruan tinggi untuk mengelola tambang, yang menurutnya tidak bisa diterima secara logis.

Ia juga menanggapi pernyataan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Bahlil Lahadalia, yang menyebut kebijakan ini bertujuan untuk distribusi ke masyarakat, bukan untuk kepentingan pengusaha.

“Pemerintah sendiri gagal mengimplementasikan kebijakan pelibatan UMKM dalam sektor tambang. Jika program sederhana seperti ini saja tidak berjalan optimal, bagaimana bisa kita percaya bahwa pengelolaan tambang oleh perguruan tinggi akan berhasil?” ujarnya.

Beban Tambahan bagi Perguruan Tinggi

Al Hidayat menegaskan bahwa perguruan tinggi sudah memiliki beban yang berat dalam menjalankan fungsinya sebagai lembaga pendidikan.

Ia mengkritik kebijakan pemerintah yang menambah jumlah kementerian untuk mengelola tanggung jawab dengan lebih fokus.

Akan tetapi di sisi lain malah menyerahkan pengelolaan tambang ke perguruan tinggi, yang bertolak belakang dengan semangat efisiensi tersebut.

“Alih-alih menambah tanggung jawab yang tidak relevan, pemerintah seharusnya fokus pada perbaikan sistem pendidikan tinggi, mengurangi beban administrasi dosen, serta meningkatkan kesejahteraan mereka agar pendidikan di Indonesia semakin berkualitas,” tegasnya.

Permasalahan Dosen yang Belum Teratasi

Al Hidayat juga menyoroti berbagai permasalahan yang dihadapi tenaga pendidik di Indonesia, antara lain:

  • Tunjangan kinerja yang tertunda bertahun-tahun
  • Kesejahteraan dosen yang masih jauh dari kata layak
  • Beban administrasi yang semakin berat

Menurutnya, jika pemerintah serius ingin membantu pendidikan tinggi, fokus utama harus pada peningkatan kesejahteraan dosen dan tenaga pendidik, bukan menambah beban yang tidak relevan.

Alternatif Solusi yang Lebih Rasional

Sebagai solusi yang lebih adil dan bermanfaat, Al Hidayat mengusulkan tiga alternatif kebijakan yang lebih baik:

Peningkatan Kesejahteraan Dosen dan Tenaga Pendidik

  • Memastikan pencairan tunjangan kinerja yang tertunda
  • Meningkatkan gaji dan fasilitas bagi dosen
  • Mengurangi beban administratif yang berlebihan

Program Beasiswa bagi Masyarakat Sekitar Tambang

  • Perusahaan tambang wajib menyediakan beasiswa bagi siswa dari daerah sekitar tambang
  • Mahasiswa penerima beasiswa diarahkan untuk bekerja di kampung halamannya setelah lulus
  • Model ini lebih berkeadilan dibandingkan menyerahkan tambang ke perguruan tinggi

Menjaga Independensi Akademik

  • Perguruan tinggi memiliki peran penting sebagai pengawas kebijakan publik
  • Memberikan kewenangan pengelolaan tambang berpotensi membungkam suara kritis akademisi
  • Risiko konflik kepentingan yang besar jika kampus terlibat dalam industri tambang

“Pemberian konsesi tambang kepada perguruan tinggi tidak hanya merusak integritas akademik, tetapi juga membuka peluang konflik kepentingan yang lebih besar,” tegasnya.

Wacana perguruan tinggi mengelola tambang dalam revisi UU Minerba dinilai sebagai kebijakan yang tidak rasional dan hanya akan membebani dunia akademik.

Menurut Al Hidayat Samsu, pemerintah seharusnya fokus meningkatkan kesejahteraan tenaga pendidik, memberikan beasiswa kepada masyarakat sekitar tambang, dan menjaga independensi akademik agar kampus tetap berperan sebagai pengawas kebijakan publik.

Daripada memberikan tanggung jawab tambahan yang berisiko, ia menegaskan bahwa prioritas utama pemerintah haruslah memperbaiki kualitas pendidikan tinggi dan kesejahteraan para dosen.

(BAS/Red)