Generasi.co – Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, mengelukan kinerja luar biasa jajarannya di Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan. Angka penerimaan pajak terus meningkat signifikan sejak 1983, yang saat itu hanya sebesar Rp13 triliun.
Hal ini disampaikan Sri Mulyani dalam rangka memperingati Hari Pajak Nasional pada 14 Juli. Ia menegaskan bahwa pajak adalah tulang punggung sekaligus instrumen penting bagi sebuah bangsa dan negara untuk mencapai cita-citanya.
“Kita semua mengetahui bahwa untuk bisa terus menjaga Republik Indonesia, membangun negara ini, dan mencapai cita-cita kita, seperti menjadi negara maju dan sejahtera, penerimaan pajak sangatlah penting,” jelasnya dalam acara Spectaxcular 2024 di Plaza Tenggara GBK, Jakarta Pusat, pada Minggu (14/7).
Sri Mulyani menghargai upaya perbaikan yang berkelanjutan di lingkungan DJP. Menurutnya, setiap masa selalu ada inisiatif dari DJP untuk memperbaiki diri.
Menkeu menilai angka penerimaan pajak pada 1983 yang sebesar Rp13 triliun terlampau kecil untuk penerimaan pajak nasional. Bahkan, besaran itu saat ini diperkirakan tidak lebih kecil dibandingkan dengan penerimaan di level Kantor Pelayanan Pajak (KPP).
“Kita juga lihat ini ada lini masa penerimaan pajak. Kalau pada tahun 1983, itu masih penerimaan pajak Rp13 triliun. Ini mungkin kalau di sini ada Kanwil Pajak dia mengatakan itu tempat saya salah satu KPP. Bahkan lebih kecil, betul enggak?” kata Sri Mulyani lebih lanjut.
Pada era reformasi pada 1998 hingga menjelang 2000, penerimaan pajak RI berada di posisi Rp400 triliun. Jika dibandingkan dengan target penerimaan pajak tahun ini, angkanya telah naik hampir lima kali lipat.
“Dan sekarang teman-teman Direktorat Jenderal Pajak bertanggung jawab di undang-undang APBN untuk mencapai target Rp1.988,9 triliun,” tutur Sri Mulyani.
Sri Mulyani menjelaskan bagaimana kondisi ekonomi global mempengaruhi perekonomian dalam negeri dari tahun ke tahun, yang juga berdampak pada kinerja penerimaan pajak.
Misalnya, pada 1983 saat terjadi banjir minyak, yang menyebabkan harga minyak naik menjadi US$24 dari US$12. Kemudian, pada 2000, perubahan teknologi digital mengubah gaya hidup serta cara hidup dan cara kerja ekonomi.
“Dan itu penerimaan pajak pasti terpukul. Kemudian kita menghadapi krisis keuangan di Indonesia dan krisis keuangan global.”
“Jadi, teman-teman Pajak semuanya mengikuti episode dalam perekonomian Indonesia yang dipengaruhi oleh ekonomi dunia. Di setiap naik, turun, gejolak atau sedang terjadi boom, kita semua bertanggung jawab,” ucap Sri Mulyani.