Kata Bambang Soesatyo Soal Masa Depan Pariwisata Bali

Foto: Bambang Soesatyo (Bamsoet), Anggota DPR RI sekaligus Ketua MPR RI ke-15. (mpr.go.id)
Foto: Bambang Soesatyo (Bamsoet), Anggota DPR RI sekaligus Ketua MPR RI ke-15. (mpr.go.id)

Bambang Soesatyo menyoroti tantangan pariwisata Bali, termasuk overtourism, degradasi lingkungan, dan eksploitasi budaya. Tata kelola berkelanjutan menjadi kunci agar Bali tetap menjadi destinasi wisata kelas dunia.

Generasi.co, Jakarta – Anggota DPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) menegaskan pariwisata berkelanjutan adalah kunci bagi masa depan Bali.

Menurut Bambang Soesatyo, meskipun Bali telah menjadi ikon pariwisata dunia dengan keindahan alam, kekayaan budaya, dan keramahan masyarakatnya, popularitas ini juga membawa tantangan besar yang harus segera diatasi.

“Tata kelola sumber daya pariwisata yang baik merupakan kunci utama untuk mencapai pariwisata Bali yang berkelanjutan.”

“Dengan melibatkan masyarakat lokal, melestarikan budaya dan lingkungan, serta menerapkan regulasi yang tepat dan ketat, Bali dapat terus menjadi destinasi wisata unggulan tanpa mengorbankan sumber daya yang dimilikinya,” ujar Bamsoet dalam keterangannya, Senin (24/2/2025).

Bamsoet menyampaikan hal ini saat menjadi penguji Kandidat Doktor Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Udayana Bali, A.A Bagus Adhi Mahendra Putra, yang mengajukan disertasi bertajuk “Transformasi Tata Kelola Sumber Daya Pariwisata dalam Pengaturan Pariwisata Bali Berkelanjutan”, di Kampus Universitas Udayana, Bali.

Dampak Pariwisata

Bamsoet menjelaskan bahwa perkembangan pariwisata membawa dampak ekonomi positif, tetapi juga memunculkan berbagai tantangan serius, seperti:

✔ Tekanan terhadap lingkungan, termasuk pencemaran air, polusi, dan eksploitasi sumber daya alam.
✔ Perubahan sosial budaya, akibat komersialisasi budaya yang berlebihan.
✔ Fluktuasi ekonomi, karena ketergantungan yang tinggi terhadap sektor pariwisata.

Menurut Ketua MPR RI ke-15 ini, tanpa tata kelola yang baik, pariwisata Bali justru berpotensi merusak kekayaan budaya dan lingkungan yang menjadi daya tarik utama pulau ini.

Peran Desa Adat

Bamsoet menyoroti pentingnya Desa Adat dalam menjaga kelestarian budaya Bali.

Sebagai unit sosial dan budaya terkecil di Bali, Desa Adat memiliki aturan dan norma tersendiri yang mengatur kehidupan masyarakat, termasuk dalam pengelolaan pariwisata.

“Upacara adat, tarian tradisional, dan ritual keagamaan sering menjadi atraksi wisata yang menarik. Namun, jika tidak dikelola dengan baik, eksploitasi budaya dapat terjadi,” jelasnya.

Bamsoet mengingatkan bahwa beberapa upacara adat yang seharusnya bersifat sakral telah dikomersialkan untuk kepentingan pariwisata.

Jika dibiarkan, hal ini dapat mengikis nilai tradisional yang telah dijaga secara turun-temurun.

“Karena itu, penting untuk melibatkan Desa Adat dalam pengambilan keputusan terkait pariwisata.”

“Dengan demikian, mereka dapat memastikan bahwa budaya mereka dikelola dengan tetap menghormati nilai-nilai tradisional,” tegasnya.

Subak, Warisan Dunia yang Terancam

Bamsoet juga menyoroti Subak, sistem pengairan tradisional Bali yang telah diakui sebagai Warisan Budaya Dunia oleh UNESCO.

Sistem ini tidak hanya berfungsi sebagai metode distribusi air untuk pertanian, tetapi juga mencerminkan filosofi Tri Hita Karana, yakni harmoni antara manusia, alam, dan Tuhan.

“Subak telah berhasil menjaga kelestarian lingkungan dan ketahanan pangan di Bali selama berabad-abad.”

“Namun, perkembangan pariwisata yang pesat menimbulkan tekanan besar terhadap sistem ini,” ungkapnya.

Ancaman terhadap Subak antara lain:

  • Alih fungsi lahan pertanian menjadi hotel, vila, dan fasilitas pariwisata.
  • Krisis air, karena kebutuhan pariwisata yang terus meningkat.
  • Degradasi ekosistem, akibat pembangunan yang tidak terkendali.

Untuk mengatasi hal ini, Bamsoet menegaskan bahwa pemerintah dan pelaku pariwisata harus bekerja sama dalam melindungi Subak.

“Salah satu langkah yang bisa dilakukan adalah membatasi pembangunan fasilitas pariwisata di daerah pertanian serta menerapkan kebijakan pengelolaan air yang berkelanjutan,” paparnya.

Overtourism dan Dampaknya bagi Bali

Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi Bali adalah overtourism, yakni jumlah wisatawan yang terlalu banyak sehingga menyebabkan tekanan besar terhadap lingkungan dan masyarakat setempat.

✔ Pada tahun 2024, Bali mencatat lebih dari 6,3 juta kunjungan wisatawan mancanegara, belum termasuk wisatawan domestik.
✔ Kemacetan, polusi, dan penurunan kualitas lingkungan semakin parah.
✔ Pembangunan pariwisata yang tidak terkendali menyebabkan kerusakan lingkungan, termasuk pencemaran air dan hilangnya keanekaragaman hayati.

Sebagai contoh, Pantai Kuta dan Seminyak yang dulunya menjadi ikon wisata kini menghadapi masalah pencemaran yang serius, memengaruhi ekosistem laut dan kenyamanan wisatawan.

“Karenanya, tata kelola sumber daya pariwisata yang efektif adalah kunci untuk mewujudkan pariwisata Bali yang berkelanjutan.”

“Jika tidak dikelola dengan baik, daya tarik utama Bali bisa hilang dalam beberapa dekade ke depan,” tegas Bamsoet.

Strategi

Untuk mengatasi berbagai tantangan di atas, Bamsoet menekankan pentingnya sinergi antara pemerintah, masyarakat, dan pemangku kepentingan pariwisata dalam menjaga keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan kelestarian lingkungan.

Langkah-langkah strategis yang bisa dilakukan:

  • Menerapkan regulasi ketat dalam pembangunan pariwisata, khususnya terkait alih fungsi lahan.
  • Memperkuat peran Desa Adat dalam pengelolaan wisata berbasis budaya.
  • Menjaga ekosistem Bali, termasuk Subak dan wilayah pesisir, dengan kebijakan ramah lingkungan.
  • Mengembangkan ekowisata yang lebih berkelanjutan dan tidak merusak lingkungan.
  • Mengedukasi wisatawan tentang pentingnya menjaga kebersihan dan menghormati budaya lokal.

Menurut Bamsoet, jika langkah-langkah ini diterapkan dengan baik, Bali dapat menjadi contoh global dalam pengelolaan pariwisata berkelanjutan.

“Dengan melindungi budaya, lingkungan, dan masyarakatnya, Bali dapat terus menjadi destinasi impian bagi wisatawan sekaligus memberikan manfaat jangka panjang bagi generasi mendatang,” pungkasnya.

Sebagai ikon pariwisata dunia, Bali menghadapi tantangan besar dalam menjaga keseimbangan antara pertumbuhan sektor pariwisata dan keberlanjutan lingkungan serta budaya.

Bambang Soesatyo menegaskan bahwa tanpa tata kelola yang baik, Bali berisiko kehilangan daya tariknya dalam jangka panjang.

Dengan melibatkan Desa Adat, melestarikan Subak, serta menerapkan regulasi ketat, Bali dapat terus berkembang sebagai destinasi wisata kelas dunia yang berkelanjutan.

Kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan pemangku kepentingan sangat diperlukan agar Bali tetap menjadi surga wisata yang tidak hanya menguntungkan secara ekonomi, tetapi juga tetap lestari bagi generasi mendatang.

(BAS/Red)