Kecelakaan Maut di GT Ciawi, Presiden Harus Turun Gunung?

Foto: Kecelakaan beruntun di Gerbang Tol (GT) Ciawi, Jawa Barat, Selasa (4/1/2025). Istimewa)
Foto: Kecelakaan beruntun di Gerbang Tol (GT) Ciawi, Jawa Barat, Selasa (4/1/2025). Istimewa)

Generasi.co, Jakarta – Insiden kecelakaan maut melibatkan truk rem blong terjadi.

Terbaru, sebuah truk diduga mengalami rem blong dan memicu kecelakaan beruntun di Gerbang Tol (GT) Ciawi, Jawa Barat, Selasa (4/1/2025)..

Tragedi ini mengakibatkan 19 orang menjadi korban, dengan rincian 11 orang luka-luka dan 8 orang meninggal dunia.

Kapolresta Bogor Kota, Kombes Eko Prasetyo, menjelaskan bahwa kecelakaan ini melibatkan 6 kendaraan.

Menurutnya, truk yang mengalami rem blong menjadi pemicu utama insiden tersebut.

“Intinya, rem truk itu blong. Saat hendak memasuki gerbang tol Ciawi, truk tersebut seharusnya berhenti untuk mengambil tiket.”

“Namun, karena rem blong, truk itu menabrak kendaraan di depannya,” ujar Eko dalam keterangannya.

Kecelakaan ini bahkan menimbulkan kobaran api yang menghanguskan beberapa kendaraan.

Rekaman video amatir yang beredar di media sosial menunjukkan puing-puing kendaraan dan api yang berkobar di lokasi kejadian.

Penyebab Kecelakaan Truk Rem Blong yang Terus Berulang

Tragedi di GT Ciawi ini kembali mengingatkan kita pada prediksi para praktisi keselamatan berkendara.

Mereka telah lama memperingatkan bahwa kecelakaan maut akibat truk atau bus yang mengalami rem blong akan terus terjadi jika akar masalahnya tidak ditangani secara serius.

Jusri Pulubuhu, praktisi keselamatan berkendara sekaligus Instruktur dan Founder Jakarta Defensive Driving Consulting (JDDC), menyoroti pemerintah selama ini hanya fokus pada penyebab langsung kecelakaan.

Seperti rem blong. Padahal, ada faktor tidak langsung yang justru lebih krusial.

“Ini akan terus terulang jika pemerintah tidak melihat penyebab tidak langsungnya. Mereka hanya fokus pada penyebab langsung, seperti rem blong.”

“Padahal, penyebab tidak langsungnya mulai dari sistem perawatan kendaraan, rekrutmen sopir, hingga lemahnya pengawasan terhadap perusahaan angkutan,” tegas Jusri.

Menurut Jusri, proses rekrutmen sopir truk dan bus saat ini banyak dilakukan secara asal-asalan.

Banyak sopir yang “naik kelas” dari kernet (asisten sopir) tanpa memiliki pengetahuan yang memadai tentang keselamatan berkendara.

“Kalau sistem rekrutmen sopir sudah salah, maka akan melahirkan pengemudi yang tidak berkualitas.”

“Belum lagi, minimnya pelatihan dan pengembangan kemampuan sopir. Ini memperparah situasi,” tambahnya.

Sistem Angkutan yang Carut Marut

Pengamat transportasi Djoko Setijowarno juga menyoroti carut-marutnya sistem angkutan logistik di Indonesia.

Menurutnya, kecelakaan truk yang terus berulang adalah buah dari sistem yang tidak beres.

“Ini adalah kejadian yang selalu berulang, tidak pernah ada solusi dari negara. Kecelakaan truk merupakan akumulasi dari carut-marutnya penyelenggaraan angkutan logistik di Indonesia.”

“Yang bisa membereskan ini hanya ketegasan Presiden,” ungkap Djoko, akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata.

Djoko menambahkan, ada beberapa masalah mendesak yang harus segera diselesaikan oleh pemerintah, di antaranya:

  1. Penerapan aturan Over Dimension Over Load (ODOL) yang kerap ditunda.
  2. Pengaturan upah minimum yang layak untuk sopir truk agar mereka tidak bekerja dalam kondisi kelelahan.
  3. Penertiban pungutan liar yang sering dialami sopir truk di jalan.

Langkah Solutif yang Dibutuhkan

Untuk mencegah terulangnya kecelakaan serupa, diperlukan langkah-langkah konkret dari pemerintah dan pihak terkait. Beberapa solusi yang bisa diimplementasikan antara lain:

  • Peningkatan pengawasan terhadap perusahaan angkutan, terutama terkait perawatan kendaraan dan kualitas sopir.
  • Pelatihan dan sertifikasi sopir truk secara berkala untuk memastikan kompetensi mereka.
  • Penegakan hukum yang tegas terhadap perusahaan yang melanggar aturan keselamatan.
  • Edukasi kesadaran keselamatan berkendara bagi masyarakat dan pelaku industri transportasi.

Kecelakaan maut di GT Ciawi menjadi pengingat betapa pentingnya penanganan serius terhadap masalah keselamatan transportasi di Indonesia.

Tanpa langkah tegas dan sistematis, insiden serupa diprediksi akan terus terjadi.

Pemerintah, perusahaan angkutan, dan masyarakat harus bersinergi untuk menciptakan sistem transportasi yang lebih aman dan terjamin.

(BAS/Red)