Sritex Pailit, 3.000 Karyawan Dirumahkan, Gaji Dipangkas Hingga 25 Persen

Foto: Para pekerja perusahaan tekstil asal Solo, Jawa Tengah, Sritex. (Sritex)
Foto: Para pekerja perusahaan tekstil asal Solo, Jawa Tengah, Sritex. (Sritex)

Usai dinyatakan pailit, PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) merumahkan 3.000 karyawan. Produksi terganggu akibat bahan baku habis, sementara gaji pekerja dipotong hingga 25 persen.

Generasi.co, Jakarta – PT Sri Rejeki Isman Tbk atau yang lebih dikenal sebagai Sritex, salah satu perusahaan tekstil terbesar di Indonesia, kini menghadapi krisis besar setelah dinyatakan pailit.

Dampak dari kondisi ini memaksa perusahaan merumahkan sekitar 3.000 karyawan, khususnya yang bekerja di bagian pemintalan benang atau spinning.

Menurut Koordinator Serikat Pekerja Sritex Grup, Slamet Kaswanto, penyebab utama dari penghentian aktivitas pemintalan adalah kelangkaan bahan baku berupa kapas.

“Rata-rata yang dirumahkan itu karena bahan bakunya habis, yaitu kapas untuk pembuat benang. Jadi, totalnya sekitar 3 ribuan dari empat perusahaan,” ungkap Slamet dikutip generasi.co, pada Sabtu (21/12/2024).

15 Ribu Karyawan Terdampak di Empat Perusahaan

Secara keseluruhan, krisis ini memengaruhi lebih dari 15.000 karyawan dari total 50.000 pekerja di bawah Sritex Group.

Karyawan yang terdampak tersebar di empat perusahaan, yaitu PT Sritex, PT Sinar Pantja Djaja, PT Bitratex Industries, dan PT Primayudha Mandirijaya.

Banyak karyawan yang kini tidak memiliki pekerjaan rutin.

Beberapa diminta melakukan aktivitas lain seperti membersihkan pabrik, sementara sebagian besar lainnya dirumahkan tanpa tugas.

“Kalau yang tidak ada pekerjaan, ya ada yang di rumah, ada yang masih diminta bersih-bersih pabrik. Tapi sebagian besar memang ada di rumah karena produksi tidak berjalan,” jelas Slamet.

Gaji Dipangkas Hingga 25 persen untuk Karyawan Dirumahkan

Slamet menjelaskan bahwa karyawan yang dirumahkan hanya menerima 25 persen dari gaji pokok mereka.

Namun, bagi pekerja yang masih menjalankan tugas di pabrik, pembayaran gaji dilakukan secara penuh.

“Proses yang dirumahkan itu dibayar 25 persen upahnya. Tapi yang masih bekerja penuh tetap dibayar penuh,” ujar Slamet.

Meski terjadi pemotongan gaji, Slamet memastikan bahwa perusahaan tetap membayar gaji karyawan sesuai jadwal, termasuk tunjangan yang menjadi hak mereka.

Awalnya, muncul kekhawatiran dari para pekerja terkait kemungkinan penundaan pembayaran gaji karena rekening perusahaan telah diblokir oleh tim kurator.

Namun, pemilik Sritex tetap bertanggung jawab atas pembayaran tersebut.

“Kalau (menggunakan) rekening perusahaan atau tidak, kami belum tahu pasti. Beberapa rekening perusahaan sudah diblokir oleh kurator.”

“Tapi sampai saat ini, gaji sudah dibayarkan sampai November. Desember ini kami masih menunggu,” tambah Slamet.

Penyebab Krisis

Kondisi pailit Sritex tidak hanya memengaruhi karyawan, tetapi juga menghentikan sebagian besar proses produksi.

Kelangkaan bahan baku utama berupa kapas menjadi salah satu penyebab utama mandeknya aktivitas di pabrik.

Krisis bahan baku ini berdampak langsung pada bagian spinning yang sangat bergantung pada ketersediaan kapas untuk memproduksi benang.

Dengan terhentinya proses ini, ribuan karyawan kehilangan pekerjaan sementara waktu.

Harapan Karyawan Sritex Tetap Beroperasi

Di tengah kondisi yang sulit, Slamet menyuarakan harapan para karyawan agar Sritex tetap diberi kesempatan untuk melanjutkan operasinya.

Menurutnya, opsi going concern dari kurator maupun hakim pengawas sangat penting agar perusahaan dapat kembali berproduksi dan mempertahankan tenaga kerja yang ada.

“Kami berharap agar kurator maupun hakim pengawas memberikan opsi going concern supaya aktivitas produksi bisa dilanjutkan dan pekerja tetap memiliki pekerjaan,” ujar Slamet.

Bagi ribuan karyawan yang saat ini dirumahkan, keberlanjutan operasi Sritex adalah satu-satunya jalan keluar dari krisis yang tengah melanda.

Krisis yang melanda PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) menjadi pukulan berat bagi ribuan karyawan dan keluarga mereka.

Kelangkaan bahan baku dan status pailit perusahaan memaksa sebagian besar pekerja dirumahkan dengan gaji yang dipotong hingga 25 persen.

Di tengah tantangan ini, harapan tetap ada.

Para karyawan berharap agar Sritex diberi kesempatan untuk bangkit melalui opsi going concern, sehingga aktivitas produksi dapat kembali berjalan dan krisis ini segera teratasi.

(BAS/Red)