Carstensz Pyramid, Puncak Tertinggi dan Berbahaya di Indonesia

Foto: Foto: Puncak Jaya atau Carstensz Pyramid. (mountaintrip.com)
Foto: Foto: Puncak Jaya atau Carstensz Pyramid. (mountaintrip.com)

Puncak Jaya atau Carstensz Pyramid adalah puncak tertinggi di Indonesia dengan ketinggian 4.884 mdpl. Pendakian ke gunung ini sangat berbahaya, dengan medan curam dan cuaca ekstrem. Dua pendaki wanita baru-baru ini meninggal saat turun dari puncak.

Generasi.co, Jakarta – Puncak Jaya, yang juga dikenal dengan nama Carstensz Pyramid, adalah puncak tertinggi di Indonesia dengan ketinggian 4.884 meter di atas permukaan laut (mdpl).

Tidak hanya itu, Puncak Jaya juga merupakan gunung tertinggi yang berada di sebuah pulau di seluruh dunia, menjadikannya destinasi pendakian yang menantang sekaligus prestisius bagi para pendaki dari berbagai belahan dunia.

Gunung ini terletak di Pegunungan Sudirman, Papua, dan menjadi satu-satunya gunung di Indonesia yang ditutupi oleh es abadi.

Meski berada di wilayah tropis, keberadaan gletser di puncak gunung ini telah menjadi daya tarik tersendiri, walau mengalami penyusutan akibat perubahan iklim.

Puncak Jaya juga termasuk dalam daftar Seven Summits, yaitu tujuh gunung tertinggi di masing-masing benua.

Oleh karena itu, gunung ini jadi salah satu tujuan utama bagi para pendaki profesional yang ingin menyelesaikan tantangan Seven Summits.

Namun, di balik keindahannya, Puncak Jaya bukanlah gunung yang mudah didaki.

Medan yang ekstrem, cuaca yang tidak menentu, serta akses yang sulit menjadikannya sebagai salah satu jalur pendakian paling menantang di dunia.

Tantangan Ekstrem dalam Pendakian Puncak Jaya

Pendakian menuju Puncak Jaya berbeda dengan gunung lain di Indonesia.

Jika kebanyakan gunung di Tanah Air memiliki jalur tanah, hutan lebat, dan vegetasi tropis, jalur menuju Puncak Jaya didominasi oleh batuan granit terjal dan tebing curam.

Berikut beberapa tantangan utama yang harus dihadapi oleh para pendaki:

1. Medan yang Sulit dan Terjal

Puncak Jaya bukanlah gunung yang bisa didaki oleh sembarang orang.

Jalur pendakiannya lebih mirip panjat tebing daripada pendakian gunung biasa.

Para pendaki harus memiliki kemampuan teknis dalam memanjat tebing, karena hampir seluruh jalurnya berupa batuan keras yang licin dan curam.

Ketinggian yang mencapai hampir 5.000 mdpl juga membuat tantangan semakin berat.

Pendaki harus menghadapi udara tipis dan berkurangnya kadar oksigen, yang bisa menyebabkan altitude sickness atau penyakit ketinggian.

2. Cuaca yang Tidak Menentu dan Ekstrem

Cuaca di Puncak Jaya sangat sulit diprediksi.

Dalam hitungan jam, kondisi bisa berubah dari cerah menjadi badai salju yang membuat visibilitas sangat rendah.

Suhu di puncak bisa mencapai -5°C hingga -10°C pada malam hari, dengan hujan es dan angin kencang yang bisa mengancam keselamatan pendaki.

Banyak pendaki yang mengalami hypothermia atau kelelahan ekstrem akibat cuaca dingin yang menusuk.

3. Akses yang Sulit dan Biaya Pendakian yang Sangat Tinggi

Pendakian ke Puncak Jaya bukanlah perjalanan murah.

Berbeda dengan gunung lain di Indonesia yang bisa diakses dengan kendaraan umum, Puncak Jaya hanya bisa dicapai melalui jalur udara atau darat yang sangat sulit.

Pendaki biasanya menggunakan helikopter dari Timika ke Base Camp Zebra Wall atau Sugapa, lalu melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki melintasi medan berbatu yang sangat curam.

Biaya pendakian ke Puncak Jaya bisa mencapai Rp 100-300 juta per orang, tergantung rute dan fasilitas yang digunakan.

Selain biaya logistik yang tinggi, pendakian juga membutuhkan izin khusus dari pemerintah setempat, mengingat wilayah ini merupakan daerah operasi pertambangan.

Kasus Pendaki di Puncak Jaya, Antara Keberhasilan dan Tragedi

Mendaki Puncak Jaya (Carstensz Pyramid) adalah impian banyak pendaki dari seluruh dunia.

Keindahan puncaknya yang diselimuti es abadi dan statusnya sebagai bagian dari Seven Summits menjadikannya tujuan prestisius bagi para petualang.

Namun, di balik keindahannya, Puncak Jaya juga menyimpan banyak kisah tragis.

Medan yang sangat sulit, cuaca ekstrem, serta minimnya akses evakuasi menjadikannya salah satu gunung paling berbahaya di dunia untuk didaki.

Setiap tahunnya, ada pendaki yang mengalami kecelakaan, tersesat, mengalami kelelahan ekstrem, bahkan kehilangan nyawa dalam perjalanan menuju puncak.

Tantangan yang ada di gunung ini membuat banyak pendaki harus menghadapi situasi hidup dan mati di tengah jalur berbatu yang licin dan dikelilingi badai es.

Dua Pendaki Wanita Meninggal Dunia

Pada 1 Maret 2025, dunia pendakian Indonesia berduka setelah dua pendaki wanita, Lilie Wijayanti Poegiono dan Elsa Laksono, meninggal dunia saat turun dari Puncak Jaya menuju Base Camp Lembah Kuning.

Keduanya berhasil mencapai puncak pada 28 Februari 2025, namun mengalami kelelahan ekstrem dan hipotermia saat perjalanan turun.

Tim penyelamat sempat mengalami kesulitan dalam melakukan evakuasi karena cuaca buruk, yang membuat pendaki lain harus menunggu di base camp hingga kondisi membaik.

Pendaki yang Selamat dan Proses Evakuasi yang Berisiko Tinggi

Dalam rombongan yang sama, terdapat 13 pendaki lainnya, termasuk Fiersa Besari, musisi dan penulis terkenal, yang dilaporkan selamat.

Namun, mereka terpaksa bertahan lebih lama di Base Camp Lembah Kuning akibat badai yang menghambat proses evakuasi.

Sebelumnya, banyak kasus pendaki yang mengalami nasib serupa di Puncak Jaya.

Beberapa pendaki bahkan harus dievakuasi menggunakan helikopter karena kondisi yang tidak memungkinkan untuk turun dengan berjalan kaki.

Kasus ini jadi pengingat, pendakian ke Puncak Jaya bukan sekadar petualangan, tetapi juga ujian fisik dan mental yang luar biasa berat.

Mengapa Puncak Jaya Sangat Berbahaya?

Dibandingkan dengan gunung-gunung lain di Indonesia, Puncak Jaya memiliki tingkat kesulitan yang jauh lebih tinggi.

Beberapa faktor yang membuat pendakian ini begitu berbahaya antara lain:

  1. Jalur yang sepenuhnya berbatu dan curam, membutuhkan teknik panjat tebing yang tidak bisa dilakukan oleh pendaki pemula.
  2. Cuaca yang sangat ekstrem dan sulit diprediksi, dengan badai salju yang bisa muncul kapan saja.
  3. Oksigen yang semakin tipis di ketinggian, yang bisa menyebabkan altitude sickness atau penyakit ketinggian.
  4. Biaya dan logistik yang sangat mahal, membuat persiapan menjadi lebih kompleks dan tidak bisa dilakukan sembarangan.
  5. Akses evakuasi yang terbatas, sehingga pendaki yang mengalami masalah harus bertahan lebih lama sebelum mendapatkan pertolongan.

Destinasi Impian yang Penuh Risiko

Puncak Jaya bukanlah gunung yang bisa didaki sembarang orang.

Dibutuhkan kesiapan fisik, mental, dan finansial untuk bisa mencapai puncaknya dengan aman.

Meski memiliki keindahan luar biasa dan jadi bagian dari Seven Summits, banyak pendaki yang harus menghadapi risiko besar dan bahkan kehilangan nyawa dalam perjalanan mereka.

Bagi siapa pun yang bercita-cita menaklukkan Puncak Jaya, persiapan yang matang dan pengalaman dalam panjat tebing menjadi kunci utama.

Tanpa itu, pendakian ke puncak tertinggi di Indonesia ini bisa berujung pada tragedi yang tak diinginkan.

(BAS/Red)