Kebijakan Penempatan DHE SDA 1 Tahun, Pemerintah Diminta Perhatikan Kebutuhan Pelaku Usaha

Foto: Wakil Ketua MPR RI Eddy Soeparno. (mpr.go.id)
Foto: Wakil Ketua MPR RI Eddy Soeparno. (mpr.go.id)

Pemerintah berencana memperpanjang penempatan Devisa Hasil Ekspor (DHE) Sumber Daya Alam (SDA) menjadi 1 tahun dengan retensi 100 persen. Wakil Ketua MPR Eddy Soeparno meminta pemerintah mempertimbangkan dampaknya terhadap pelaku usaha dan mencari solusi terbaik.

Generasi.co, Jakarta – Pemerintah Indonesia berencana memperpanjang masa penempatan Devisa Hasil Ekspor (DHE) Sumber Daya Alam (SDA) di dalam negeri dari minimal 3 bulan menjadi 1 tahun, serta menaikkan persentase retensi dari 30% menjadi 100%.

Kebijakan ini bertujuan untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dan meningkatkan cadangan devisa negara.

Namun, para pelaku usaha di sektor ekspor SDA menyuarakan kekhawatiran terkait dampak kebijakan ini terhadap arus kas dan keberlanjutan bisnis mereka.

Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua MPR RI Eddy Soeparno meminta pemerintah untuk memperhatikan keresahan pelaku usaha dan mencari solusi yang lebih fleksibel.

Eddy Soeparno menilai bahwa perusahaan membutuhkan fleksibilitas keuangan agar tetap bisa beroperasi tanpa kendala.

“Saya kira ada jalan keluar yang bisa dipertimbangkan, yaitu penempatan DHE tetap dilakukan selama 1 tahun, namun setelah dikurangi biaya-biaya utama yang diperlukan pelaku usaha,”

“Seperti gaji pegawai, kewajiban bank, dan pembelian bahan baku,” ujar Eddy dalam keterangannya, Jumat (31/1/2025).

Menurutnya, pengusaha bisa lebih menerima aturan ini jika dana yang tersimpan tidak menghambat kelangsungan bisnis mereka.

“Saya meyakini para pelaku usaha akan legowo menempatkan DHE selama satu tahun jika cash flow yang diperlukan untuk memenuhi kewajiban dasarnya dapat terpenuhi,” tambahnya.

Dampak Potensial bagi Pelaku Usaha

Eddy Soeparno menegaskan bahwa meskipun kebijakan ini bermanfaat bagi perekonomian nasional, pelaku usaha di sektor ekspor tetap akan terkena dampaknya.

Kebutuhan Operasional

Perusahaan harus tetap membayar gaji pegawai, biaya listrik, air, sewa kantor, dan pinjaman bank.

Jika DHE tersimpan selama satu tahun tanpa fleksibilitas, perusahaan bisa mengalami kesulitan dalam memenuhi kewajiban ini.

Kewajiban Bank dan Pembelian Bahan Baku

Industri ekspor memerlukan modal kerja untuk membeli bahan baku dan membayar cicilan bank.

Jika dana tertahan, perusahaan bisa kesulitan untuk berproduksi dan mempertahankan tingkat ekspor.

Risiko Penambahan Utang

Jika operasional terganggu, perusahaan kemungkinan harus mengambil pinjaman baru, yang berujung pada beban bunga tambahan.

“Memang dana DHE tersebut bisa dijadikan agunan untuk menarik pinjaman, tetapi hal ini akan menambah beban operasional perusahaan karena ada tambahan biaya bunga dari pinjaman baru tersebut,” jelas Eddy.

Pemerintah Jamin Ekosistem Usaha Tidak Akan Terganggu

Menanggapi kekhawatiran ini, Sekretaris Kemenko Perekonomian, Susiwijono Moegiarso, menegaskan bahwa aturan baru ini tidak akan menghambat ekosistem usaha.

Menurutnya, kebijakan ini bertujuan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan stabilitas rupiah, sejalan dengan target pemerintah mencapai pertumbuhan ekonomi hingga 8%.

“Kalaupun besarnya jadi 100% selama 12 bulan, pemerintah tetap akan menjaga keberlangsungan usaha eksportir ini.”

“Tidak mungkin kami akan mengorbankan ekspor, karena SDA adalah penyumbang terbesar dalam total ekspor Indonesia,” ujar Susi.

Ia menambahkan bahwa tiga komoditas utama yang paling terdampak kebijakan ini adalah nikel, batu bara, dan sawit, yang memiliki kontribusi besar terhadap ekspor nasional.

Rencana pemerintah untuk memperpanjang penempatan DHE SDA menjadi 1 tahun dan menaikkan retensi menjadi 100% mendapat sorotan dari berbagai pihak.

Meskipun bertujuan untuk meningkatkan stabilitas rupiah dan cadangan devisa, kebijakan ini berpotensi memberatkan pelaku usaha jika tidak diberikan fleksibilitas.

Wakil Ketua MPR RI Eddy Soeparno mengusulkan solusi kompromi, yaitu memungkinkan perusahaan untuk terlebih dahulu mengurangi biaya operasional sebelum menempatkan DHE dalam sistem keuangan nasional.

Di sisi lain, pemerintah memastikan bahwa kebijakan ini tidak akan merugikan eksportir, karena pertumbuhan ekonomi yang kuat tetap menjadi prioritas utama.

Pemerintah diharapkan dapat menemukan solusi terbaik agar kebijakan ini bisa berjalan tanpa mengorbankan dunia usaha, sekaligus memperkuat fundamental ekonomi Indonesia.

(BAS/Red)