Generasi.co, Jakarta – Israel libatkan kakek 71 tahun sebagai pasukan cadangan dalam perang melawan Hizbullah di Lebanon Selatan.
Simak kabar terbaru tentang insiden Israel libatkan kakek 71 tahun dan dampaknya terhadap militer Israel melalui artikel ini.
Alhasil Israel kembali menuai kritik internasional setelah melibatkan seorang kakek berusia 71 tahun dalam pertempuran di Lebanon.
Keputusan ini dianggap sebagai langkah ekstrem yang mencerminkan tekanan besar yang dihadapi militer Israel di medan perang.
BACA JUGA: Turki Jadi Markas Baru Hamas?
Kakek 71 Tahun Tewas di Medan Perang Lebanon
Ze’ev “Jabbo” Hanoch Erlich, seorang mantan kolonel pasukan cadangan Israel (IDF), tewas saat bergabung dengan Brigade Infanteri Golani dalam pertempuran di Lebanon selatan pada Rabu, 20 November 2024.
Erlich, yang juga dikenal sebagai arkeolog dan peneliti sejarah Yahudi, diminta untuk membantu pasukan Israel karena pengalamannya di wilayah Lebanon selatan.
Namun, dalam salah satu serangan yang dilancarkan Hizbullah, ia bersama seorang tentara Golani tewas di lokasi tersebut.
Militer Israel dalam pernyataannya menyebutkan, “Ze’ev Hanoch Erlich (71 tahun) dari Ofra, termasuk di antara tiga tentara yang tewas di Lebanon selatan.
Sementara itu, seorang tentara lainnya terluka parah dan telah dibawa ke rumah sakit.”
Kebijakan Militer Israel Dikecam
Kebijakan melibatkan warga sipil lanjut usia ini memicu kritik tajam.
Banyak pihak menilai langkah tersebut tidak manusiawi dan menunjukkan keputusasaan Israel dalam menghadapi konflik yang terus memanas.
Pasukan cadangan Israel, yang selama ini menjadi tulang punggung IDF, kini mengalami kendala besar.
Banyak anggota cadangan menolak panggilan bertugas karena kelelahan fisik dan tekanan mental akibat konflik berkepanjangan.
Menurut laporan media Israel Haaretz, angka desersi di kalangan pasukan cadangan meningkat hingga 25 persen sejak perang pecah.
“Sepertiga tentara cadangan telah bertugas lebih dari 150 hari selama perang, menyebabkan mereka kehilangan pekerjaan atau harus berhenti belajar,” ungkap laporan tersebut.
Hizbullah Perluas Front Perang
Konflik di Lebanon tidak terlepas dari meluasnya perang antara Israel dan Hizbullah sejak akhir September 2024.
Hizbullah membuka front baru sebagai respons atas serangan besar Hamas terhadap Israel selatan pada Oktober 2023.
Menurut laporan, agresi Israel di Lebanon selatan telah menyebabkan lebih dari 3.540 warga Lebanon tewas sejak September 2023.
Kampanye pemboman besar-besaran yang dilakukan IDF menjadi salah satu penyebab utama tingginya jumlah korban.
Hizbullah sendiri mengklaim bahwa langkah-langkah mereka, termasuk menyerang tentara Israel di Lebanon, merupakan solidaritas terhadap perjuangan Palestina di Jalur Gaza.
Tekanan Internasional untuk Gencatan Senjata
Di tengah meningkatnya jumlah korban di kedua belah pihak, upaya internasional untuk mencapai gencatan senjata terus dilakukan.
Utusan Amerika Serikat untuk Lebanon, Amos Hochstein, menyebutkan bahwa “kemajuan tambahan” telah dicapai dalam negosiasi antara Israel dan Lebanon.
Namun, situasi di lapangan masih jauh dari kata stabil.
Pasukan Israel terus melancarkan operasi militer di Lebanon selatan, sementara Hizbullah tetap memberikan perlawanan sengit.
Pasukan Cadangan: Tulang Punggung yang Mulai Rapuh
Sejak awal konflik, Israel mengandalkan pasukan cadangan untuk memperkuat operasinya di Gaza dan Lebanon.
Namun, tingginya angka desersi di kalangan pasukan cadangan menjadi tantangan serius bagi IDF.
Menurut laporan, ribuan tentara cadangan menolak panggilan bertugas, dengan alasan kelelahan perang dan kurangnya dukungan pemerintah terhadap kehidupan mereka.
Selain itu, rancangan undang-undang yang membebaskan komunitas Yahudi ultra-Ortodoks dari wajib militer turut memicu ketidakpuasan.
Tingginya angka desersi memaksa IDF mengurangi durasi penugasan rata-rata dari 20 minggu menjadi 9 minggu per prajurit.
Langkah ini diharapkan dapat mengurangi tekanan pada tentara cadangan dan meningkatkan respons mereka terhadap panggilan bertugas.
Kematian Ze’ev Hanoch Erlich menjadi simbol dari kompleksitas konflik yang melibatkan Israel dan Hizbullah.
Kebijakan Israel yang melibatkan warga lanjut usia dalam pertempuran hanya menambah kontroversi atas pendekatan militer negara tersebut.
Sementara itu, desakan internasional untuk gencatan senjata terus meningkat di tengah korban jiwa yang terus bertambah.
Namun, hingga kini, belum ada tanda-tanda konflik ini akan segera mereda.
(BAS/Red/Aawsat, i24news)