Generasi.co, Jakarta – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI secara resmi menerima Surat Presiden (Surpres) terkait Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP).
Hal ini disampaikan oleh Ketua DPR RI, Puan Maharani, dalam rapat paripurna penutupan masa sidang di Gedung DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (25/3/2025).
“Perlu kami beritahukan bahwa pimpinan dewan telah menerima surat dari Presiden RI nomor R19/Pres/03/2025 hal penunjukan wakil pemerintah untuk membahas RUU tentang KUHAP,” kata Puan.
Puan menjelaskan bahwa Surpres ini akan ditindaklanjuti oleh Komisi III DPR RI, yang memiliki tugas utama dalam pembahasan revisi KUHAP sesuai dengan Peraturan DPR RI Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib dan Mekanisme yang Berlaku.
Namun, ia menegaskan bahwa pembahasan RKUHAP baru akan dimulai setelah masa reses berakhir.
“Namun baru kami akan putuskan sesudah pembukaan sidang yang akan datang,” ujar Puan.
Panja Revisi KUHAP Dibentuk Usai Lebaran 2025
Anggota Komisi III DPR RI, Hinca Panjaitan, juga mengonfirmasi bahwa pembentukan Panitia Kerja (Panja) pembahasan RKUHAP akan dilakukan setelah Hari Raya Idulfitri 1446 H/2025 M.
Hal ini dikarenakan DPR RI akan memasuki masa reses dalam menghadapi libur Lebaran 2025.
“Ya, jadi setelah kita reses, kita langsung bentuk panitia kerjanya,” tutur Hinca di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (24/3/2025).
Lebih lanjut, Hinca menjelaskan bahwa ketua Panja revisi KUHAP akan dipimpin oleh pimpinan Komisi III DPR.
Selain itu, masing-masing fraksi di DPR akan mengutus perwakilannya untuk membahas RKUHAP.
“Ketuanya langsung dipimpin pimpinan, toh di antara mereka berunding siapa yang akan memimpin, lalu di masing-masing fraksi akan ada utusannya,” pungkasnya.
Kontroversi Revisi KUHAP
Rencana revisi KUHAP telah menjadi perbincangan hangat di kalangan masyarakat dan akademisi hukum.
Beberapa pihak menilai revisi ini perlu dilakukan guna memperbaiki sistem peradilan pidana yang ada saat ini.
Namun, ada juga kekhawatiran bahwa sejumlah pasal yang akan diubah dapat memengaruhi prinsip-prinsip keadilan dalam proses hukum.
Sebagian elemen masyarakat sipil dan pakar hukum mendesak agar pembahasan revisi KUHAP dilakukan secara transparan, melibatkan partisipasi publik, serta tidak dilakukan secara tergesa-gesa seperti revisi beberapa undang-undang lainnya.
DPR sendiri memastikan bahwa pembahasan akan melibatkan berbagai pemangku kepentingan, termasuk akademisi, praktisi hukum, dan masyarakat sipil.
Dengan adanya Surpres dari Presiden RI, pembahasan revisi KUHAP akan menjadi salah satu agenda penting dalam masa sidang berikutnya.
(BAS/Red)