Hidayat Nur Wahid kritik wacana legalisasi kasino, sebut bertentangan dengan UUD 1945, nilai agama, dan putusan MK soal larangan perjudian di Indonesia.
Generasi.co, Jakarta – Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid mengkritisi gagasan soal ‘melegalkan’ perjudian Kasino sebagai objek baru penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Gagasan ini sempat menjadi polemik dan belakangan ramai menjadi pembicaraan publik.
Anggota Komisi VIII DPR RI ini mengkritisi gagasan tersebut karena ‘wacana’ seperti itu tetap perlu dikoreksi, agar tidak terulang lagi dengan segala dampak kegaduhannya. Kendati gagasan itu sudah diklarifikasi oleh pengusulnya, dan tidak menjadi keputusan di Komisi XI DPR.
HNW menjelaskan secara filosofis, UUD NRI 1945 adalah konstitusi yang berdasarkan hukum dan berlandaskan kepada Ketuhanan yang Maha Esa sebagaimana dituangkan dalam pembukaan dan dasar negara Pancasila, dan ditegaskan lagi dalam Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 29 ayat (1) UUDNRI 1945. Hal itu juga diperkuat dengan nilai-nilai agama yang berlaku dan diatur ke dalam banyak pasalnya.
“Perjudian dalam segala jenisnya termasuk kasino dan judi online (judol) jelas ditolak dan bertentangan dengan nilai-nilai Konstitusional tersebut,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Sabtu (17/5/2025).
HNW juga mengingatkan MK pernah membuat keputusan menolak usulan untuk melegalkan perjudian melalui uji materi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan UU No. 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian.
Namun, permohonan uji materi tersebut tegas ditolak oleh MK, dengan pertimbangan bahwa perjudian bertentangan dengan nilai-nilai moral, ajaran agama yang dianut masyarakat Indonesia, keamanan dan ketertiban umum yang semuanya diakui oleh Konstitusi yang berlaku di Indonesia.
HNW mengutip dua alasan utama yang diajukan oleh pemohon ketika itu untuk meminta judi dilegalkan, antara lain karena judi sudah mentradisi dan dapat menjadi sumber pemasukan negara. Alasan tadi serupa dengan yang disampaikan oleh anggota DPR yang dengan dalih ‘mencari terobosan out of the box’ ia ‘mengusulkan’ agar judi (kasino) bisa dilegalkan.
Namun, dua alasan itu sudah ditolak dengan tegas oleh MK melalui putusan Nomor 21/PUU-VIII/2010 pada 2011. Pertama, meski judi telah lama dipraktikkan oleh banyak etnis di Indonesia, namun berjudi dianggap suatu perbuatan yang tidak baik menurut nilai-nilai masyarakat.
Kedua, lanjutnya, meski omset perjudian sangat banyak dan dapat memberi keuntungan ekonomi negara, dan negara memang memerlukan banyak anggaran biaya yang banyak, namun tidak berarti bahwa untuk mendapatkan biaya yang banyak itu harus dengan menghalalkan segala cara, termasuk melegalkan perjudian seperti kasino.
“Itu bunyi pertimbangan penolakan MK yang keputusannya final dan mengikat itu. Maka semestinya pemerintah didukung untuk mencari pemasukan tambahan hanya dari sumber yang legal, bukan dari yang illegal dengan melontarkan ‘wacana’ melegalkan judi (kasino) yang jelas telah ditolak dan dinilai tidak legal oleh MK,” tukasnya.
HNW sependapat dan mendukung keputusan MK tersebut. Ia menegaskan sesuai ketentuan Konstitusi, maka Indonesia yang merupakan negara hukum, memiliki aturan hukum serta nilai-nilai kemasyarakatannya sendiri, yang berbeda dengan negara-negara lain yang mungkin melegalkan judi (kasino).
“Oleh karena itu, sudah selayaknya sebagai WNI menaati hanya hukum yang berlaku di Indonesia, bukan yang lain. Memang penting anggota DPR membantu memikirkan penambahan pendapatan negara di luar pajak, tapi usaha untuk meningkatkan penerimaan negara tidak dilakukan dengan sumber yang dilarang oleh hukum yang berlaku di Indonesia,” ujarnya.
Lebih lanjut, HNW menjelaskan ada banyak cara legal dan sesuai konstitusi yang bisa diusulkan DPR dan dimanfaatkan oleh pemerintah untuk menyukseskan Danantara. Menurutnya, ada berbagai potensi ekonomi syariah yang sudah diakui legal dalam sistem hukum Indonesia.
Selain itu, imbuhnya, DPR juga bisa mendukung pemberantasan korupsi untuk menyelamatkan lebih dari Rp700 triliun keuangan negara dari kejahatan-kejahatan korupsi di Tata Niaga Timah, Pertamina, BLBI, dan lain-lain. Termasuk membantu negara menegakkan hukum berantas judi online, agar selamatlah keuangan rakyat dari judi online yang menurut PPATK peredaran keuangannya pada 2025 melonjak drastis mencapai Rp1.200 triliun.
“Padahal tahun 2023 peredarannya baru mencapai Rp327 triliun, dan itu menurut Menkominfo ketika itu Budi Arie Setiadi sudah menjadikan Indonesia sebagai ‘negara darurat judi online’ dengan segala dampak negatifnya baik sosial, ekonomi, moral maupun keagamaan,” ungkapnya.
Kini dengan peredaran melonjak mendekati 4 kali lipat, apalagi bila dilegalkan salah satu jenis judinya, menurut HNW hal itu bisa membuat Indonesia dalam keasaan darurat. Keadaan tersebut juga tidak akan membantu menghadirkan generasi Indonesia Emas 2045.
“Karena dengan tegaknya hukum dan besarnya uang yang bisa diselamatkan dari korupsi, dan terhindarnya kerugian publik akibat judi online, itu semua bisa memberikan manfaat yang besar dan positif kepada (pemasukan) keuangan negara yang berdampak pada kesejahteraan masyarakat,” tegasnya.
Selain itu, Wakil Ketua Majelis Syura Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini menegaskan bahwa komitmen Presiden Prabowo Subianto adalah untuk menegakkan hukum dan menghadirkan pemerintahan yang bersih tentunya termasuk bersih dari korupsi dan perjudian.
Apalagi, tambahnya, instrumen hukum yang dibuat oleh DPR dan pemerintah terkait illegalnya perjudian sudah cukup memadai, yakni adanya ancaman hukuman yang tegas bagi penyelenggara dan pelaku perjudian sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
HNW mengatakan Presiden Prabowo juga sempat menyebutkan kerugian akibat judi online mencapai Rp900 triliun per tahun dan kerugian itu menyasar masyarakat berpenghasilan rendah.
“Selain kerugian material yang besar, ada juga kerugian lain yang tidak ternilai, yakni kerugian sosial dan etika masyarakat Indonesia akibat dari perjudian. Bila perjudian yang ilegal saja efek rusaknya bisa sangat besar bahkan menjadikan Indonesia darurat judi online, apalagi apabila perjudian (dimulai dari kasino) tersebut malah dilegalkan. Dampak negatifnya akan jauh lebih besar dibanding ‘manfaat’ ekonomi yang mungkin ingin diraih,” pungkasnya.