DPR RI akan melakukan kajian terkait putusan Mahkamah Konstitusi yang menghapus presidential threshold 20 persen.
Generasi.co, Jakarta – Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, merespons putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold (PT) sebesar 20 persen.
Dasco menegaskan bahwa DPR RI akan segera melakukan kajian terkait putusan tersebut.
“Ya, jadi kita sama-sama sudah tahu bahwa MK sudah membuat keputusan tentang ambang batas. Tentunya akan disikapi oleh DPR dengan kemudian nanti melakukan kajian-kajian,” ujar Dasco di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (7/1/2025).
DPR Akan Kajian Pasca Reses
Dasco menyebut bahwa MK juga memiliki keinginan agar jumlah calon presiden tidak terlalu banyak atau terlalu sedikit.
Oleh karena itu, kajian mendalam diperlukan untuk memastikan langkah yang diambil sesuai dengan putusan MK.
“Kita sama-sama tahu bahwa MK membuka ruang. MK juga ingin jangan sampai calon presiden terlalu banyak atau juga terlalu sedikit. Nah, sehingga kita akan coba kaji bersama teman-teman di parlemen,” tuturnya.
Dasco menegaskan bahwa putusan MK bersifat final dan mengikat, sehingga harus ditaati.
DPR akan menyikapinya setelah masa reses selesai pada 15 Januari 2025.
“Bahwa itu kemudian akan dimasukkan dalam revisi undang-undang atau ada undang-undang yang di-omnibuskan, itu nanti belum kita putuskan. Kita akan masuk masa reses setelah masa sidang, setelah reses tanggal 15 Januari,” jelasnya.
Putusan MK Bersifat Final
Mahkamah Konstitusi sebelumnya telah membacakan putusan perkara nomor 62/PUU-XXI/2023 di Gedung MK, Jakarta Pusat, pada Kamis (2/1/2025).
Dalam putusan tersebut, MK mengabulkan permohonan penghapusan ambang batas pencalonan presiden yang selama ini diatur dalam Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
“Menyatakan norma Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” ujar Ketua MK, Suhartoyo.
MK juga meminta pemerintah dan DPR RI untuk melakukan rekayasa konstitusional dalam revisi UU Pemilu.
Langkah ini bertujuan untuk memastikan jumlah pasangan calon presiden dan wakil presiden tetap terkendali.
Revisi UU Pemilu Jadi Fokus Utama
Putusan ini diperkirakan akan membawa dampak signifikan terhadap sistem politik Indonesia, terutama dalam proses pencalonan presiden dan wakil presiden pada Pemilu mendatang.
Dengan dihapusnya ambang batas 20 persen, peluang partai politik untuk mengajukan pasangan calon presiden menjadi lebih terbuka.
Meski demikian, proses revisi UU Pemilu yang akan dilakukan DPR dan pemerintah menjadi tantangan tersendiri.
Langkah ini harus memastikan bahwa sistem pemilu tetap efisien dan mampu menciptakan kompetisi yang sehat tanpa mengorbankan stabilitas politik.
(BAS/Red)