Wacana Revisi UU Polri, Sufmi Dasco Ahmad: Belum Berencana

Foto: Polisi. (Istimewa)
Foto: Polisi. (Istimewa)

Generasi.co, Jakarta – Wacana revisi Undang-Undang Kepolisian Negara Republik Indonesia (UU Polri) mencuat setelah DPR mengesahkan revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI).

Namun, Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, menegaskan bahwa revisi UU Polri belum masuk dalam agenda pembahasan dalam waktu dekat.

“DPR belum berencana melakukan revisi UU Polri,” kata Sufmi Dasco saat dihubungi, Senin (24/3/2025).

Ia juga menegaskan bahwa hingga saat ini belum ada Surat Presiden (Surpres) terkait revisi UU Polri yang diajukan ke DPR.

Meski begitu, revisi UU Polri telah masuk dalam daftar Rancangan Undang-Undang (RUU) inisiatif DPR dan telah dibahas sejak 2024.

Ketua Kelompok Fraksi (Kapoksi) Partai NasDem Komisi III DPR RI, Rudianto Lallo, mengatakan bahwa pihaknya siap membahas revisi UU Polri jika dianggap mendesak.

Namun, untuk saat ini, Komisi III masih memprioritaskan pembahasan revisi UU Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), yang ditargetkan rampung pada Oktober 2025.

“Saat ini Komisi III masih membahas KUHAP. Jika memang dianggap mendesak, kami juga siap membahas RUU Kejaksaan dan RUU Kepolisian,” ujar Rudianto dalam keterangan resminya, 20 Maret 2025.

Sejumlah pasal dalam draf revisi UU Polri yang diperoleh awak media menimbulkan kontroversi dan mendapat sorotan dari berbagai pihak, termasuk Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Kepolisian.

1. Kewenangan Polri dalam Mengontrol Ruang Siber

Pasal 16 ayat 1 huruf q dalam draf RUU Polri menyebut, Polri berwenang melakukan penindakan, pemblokiran, atau pemutusan akses internet dalam rangka menjaga keamanan dalam negeri.

Koalisi masyarakat sipil menilai pasal ini berpotensi mengancam kebebasan berpendapat serta tumpang tindih dengan kewenangan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) dan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN).

2. Pengawasan Polri terhadap Kepolisian Khusus dan Keamanan Swakarsa

Pasal 14 ayat 1 huruf g dalam draf revisi UU Polri menyebut, Polri memiliki kewenangan untuk mengkoordinasikan, mengawasi, dan melakukan pembinaan teknis terhadap Kepolisian Khusus, Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS), serta pengamanan swakarsa.

Usulan ini dianggap bisa memperbesar dominasi Polri dalam berbagai sektor keamanan, yang seharusnya tetap berada dalam ranah sipil.

3. Kewenangan Polri dalam Intelijen Negara

Pasal 16A dalam draf RUU Polri menyebutkan bahwa Polri memiliki kewenangan untuk menyusun rencana dan kebijakan di bidang intelijen keamanan sebagai bagian dari kebijakan nasional.

Hal ini menuai kritik karena dianggap berpotensi tumpang tindih dengan kewenangan Badan Intelijen Negara (BIN), yang seharusnya menjadi lembaga utama dalam pengelolaan intelijen nasional.

4. Usulan Perpanjangan Batas Usia Pensiun Anggota Polri

Draf revisi UU Polri juga mengusulkan perpanjangan usia pensiun bagi anggota Polri, sebagaimana tertuang dalam Pasal 30 ayat 2, yaitu:

  • 60 tahun untuk anggota Polri biasa.
  • 62 tahun untuk anggota Polri dengan keahlian khusus yang masih dibutuhkan.
  • 65 tahun untuk pejabat fungsional tertentu.

Kebijakan ini mendapat penolakan dari masyarakat sipil, yang menilai perpanjangan usia pensiun akan berdampak pada regenerasi di tubuh Polri dan berpotensi memperpanjang kekuasaan pejabat Polri tertentu di posisinya.

Desakan Penolakan dari YLBHI

Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Muhammad Isnur, mendesak DPR dan pemerintah untuk tidak membahas revisi UU Polri secara tergesa-gesa dan tanpa partisipasi publik yang memadai.

“Kami menolak keras revisi UU Polri berdasarkan inisiatif DPR ini. Banyak undang-undang lain yang lebih mendesak untuk dibahas,”

“Seperti RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT), RUU Perampasan Aset, RUU Penyadapan, dan RUU Masyarakat Adat,” tegas Isnur dalam pernyataannya pada, Minggu (23/3/2025).

Meskipun revisi UU Polri telah masuk dalam daftar prioritas RUU inisiatif DPR, namun hingga saat ini belum ada kepastian kapan pembahasannya akan dimulai.

Sejumlah pasal dalam draf RUU Polri telah mendapat kritik keras dari masyarakat sipil karena dinilai berpotensi membatasi kebebasan berpendapat, memperluas kewenangan Polri secara berlebihan, serta memperpanjang usia pensiun anggota Polri.

Sementara itu, DPR masih lebih memprioritaskan pembahasan revisi KUHAP, yang ditargetkan selesai pada Oktober 2025.

(BAS/Red)