Indonesia menjatuhkan denda Rp202 miliar kepada Google atas praktik monopoli. Regulasi serupa Digital Markets Act (DMA) dipertimbangkan untuk menciptakan ekosistem digital yang lebih adil dan kompetitif.
Generasi.co, Jakarta – Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menjatuhkan denda sebesar Rp202 miliar kepada Google terkait praktik antimonopoli dalam sistem pembayaran Google Play di Play Store.
Perusahaan teknologi raksasa ini dinilai menyalahgunakan dominasinya di pasar Indonesia, yang mencapai 93 persen, dengan mewajibkan pengembang aplikasi menggunakan Google Play Billing dan mengenakan biaya layanan hingga 30 persen.
Praktik ini dianggap melanggar undang-undang antimonopoli Indonesia dan merugikan pengembang lokal.
Menanggapi putusan tersebut, Google berencana mengajukan banding, dengan alasan praktik mereka mendukung ekosistem aplikasi yang sehat dan kompetitif di Indonesia.
Indonesia Menuju Ekonomi Digital Terbesar di Asia Tenggara
Indonesia menargetkan menjadi ekonomi digital terbesar di Asia Tenggara.
Upaya ini menunjukkan hasil positif dengan nilai transaksi bruto (GMV) mencapai 90 miliar dolar AS atau setara Rp 1,43 triliun pada akhir 2024.
Angka tersebut meningkat 13 persen dibandingkan 2023, menandakan pertumbuhan yang stabil dan berkelanjutan.
Secara regional, pertumbuhan ekonomi digital Indonesia menjadi yang tertinggi di Asia Tenggara, meskipun negara lain di kawasan ini juga mengalami peningkatan GMV dua digit di atas 10 persen.
Beberapa negara bahkan berhasil mencatat pertumbuhan lebih dari 20 persen.
E-commerce sebagai Penyumbang Utama Pertumbuhan Ekonomi Digital
Sektor e-commerce menjadi kontributor terbesar dalam pertumbuhan ekonomi digital Indonesia, dengan GMV mencapai 65 miliar dolar AS, meningkat 11 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Inovasi dalam platform e-commerce, terutama fitur video commerce, telah meningkatkan pengalaman belanja pengguna dan mendorong pertumbuhan ini.
Di pasar e-commerce domestik, Shopee dan Tokopedia masih mendominasi pada 2024.
Berdasarkan data Similarweb, Shopee mencatat 235,9 juta pengunjung, sementara Tokopedia mencapai 100,3 juta pengunjung pada awal tahun tersebut.
Namun, persaingan ketat di industri ini juga menyebabkan beberapa platform e-commerce terpaksa menghentikan operasinya dalam beberapa tahun terakhir.
Seperti Blanja.com, Elevenia, Qlapa, Rakuten, Cipika, Multiply, MatahariMall.com, TokoBagus, dan JD.id.
Tantangan bagi Marketplace Lokal di Tengah Dominasi Pemain Besar
Pakar ekonomi Heru Sutadi menilai, persaingan ketat dan dominasi modal besar dari pemain multinasional menjadi faktor utama yang membuat marketplace lokal sulit bertahan.
“Pemerintah perlu lebih memperhatikan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) lokal, ekosistem digital, infrastruktur, serta regulasi yang mendorong persaingan bisnis yang sehat dan berkelanjutan,” ujar Heru, Senin (17/2/2025).
Menurutnya, pertumbuhan ekosistem digital tidak hanya menguntungkan secara ekonomi, tetapi juga menciptakan lingkungan usaha yang adil.
“Dengan regulasi yang tepat, dominasi raksasa teknologi dapat dikendalikan agar tidak semata-mata untuk kepentingan bisnis mereka sendiri,” tambah Heru.
Membangun Ekosistem Digital yang Adil melalui Regulasi
Salah satu contoh regulasi yang bertujuan menciptakan pasar digital yang lebih adil dan kompetitif adalah Digital Markets Act (DMA) yang diterapkan di Uni Eropa.
Regulasi ini bertujuan membatasi praktik raksasa teknologi agar tidak menyalahgunakan dominasinya, misalnya dengan memberikan keuntungan lebih pada produk dan layanan mereka sendiri atau membatasi akses pengguna ke bisnis di luar platform mereka.
Setelah melalui dua tahun pembahasan sejak 2020, DMA mulai berlaku pada 2022 dan diterapkan pada 2023.
Regulasi ini mengatur bahwa perusahaan teknologi besar yang mengoperasikan layanan inti seperti mesin pencari, toko aplikasi, dan layanan pesan disebut sebagai “gatekeepers” dan harus mematuhi ketentuan DMA.
Manfaat Implementasi DMA bagi Konsumen dan Pelaku Bisnis Digital
Implementasi DMA membawa beberapa manfaat bagi konsumen dan pelaku bisnis digital.
- Pilihan Lebih Banyak bagi Konsumen: Konsumen memiliki lebih banyak pilihan dalam menggunakan aplikasi dan layanan digital tanpa dipaksa menggunakan platform tertentu.
- Perlindungan Data Pribadi: DMA memberikan kendali lebih besar kepada konsumen atas data pribadi mereka, mencegah eksploitasi data untuk kepentingan komersial tanpa izin.
- Interoperabilitas Layanan: Pelaku bisnis dapat menawarkan layanan yang lebih mudah diakses oleh pengguna, meskipun menggunakan sistem operasi yang berbeda.
- Persaingan Harga yang Adil: DMA mencegah gatekeepers menerapkan kebijakan harga yang tidak adil, memungkinkan pelaku usaha digital berkembang tanpa tekanan dari dominasi perusahaan besar.
Dorongan untuk Menerapkan Regulasi Serupa DMA di Indonesia
Dosen Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Peneliti di Centre for Competition Law and Policy (CCLP), University of Oxford, Rifky Wicaksono, menilai Indonesia perlu menerapkan regulasi serupa DMA untuk mencegah dominasi satu platform yang dapat menghambat persaingan bisnis.
“Pemerintah Indonesia perlu segera mempertimbangkan pembuatan regulasi serupa DMA di Eropa dan melibatkan para ahli terkait dalam proses perumusannya.”
“Hal ini penting untuk memastikan aturan yang tepat diterapkan guna mencegah praktik monopoli di masa depan,” terang Rifky.
Menurutnya, tanpa regulasi seperti ini, pasar ekonomi digital Indonesia berisiko mengalami efek “tipping”, di mana satu platform dominan dapat menguasai pasar secara penuh dan melemahkan pelaku bisnis lainnya.
Dampaknya, pilihan bagi konsumen akan semakin terbatas, dan inovasi di sektor digital bisa terhambat.
Seiring dengan pertumbuhan ekonomi digital yang pesat, Indonesia perlu memastikan bahwa regulasi yang ada mampu menciptakan ekosistem yang adil, kompetitif, dan mendukung pertumbuhan bisnis lokal.
Dengan kebijakan yang tepat, dominasi perusahaan besar dapat dikontrol tanpa menghambat inovasi serta perkembangan industri teknologi secara keseluruhan.
Regulasi Digital untuk Indonesia yang Lebih Kompetitif
Pemerintah Indonesia saat ini tengah mengkaji kemungkinan penerapan regulasi serupa dengan Digital Markets Act (DMA) Uni Eropa.
Sejumlah pakar menilai bahwa regulasi ini akan memberikan kepastian hukum bagi pelaku usaha digital, sekaligus melindungi kepentingan konsumen dari praktik monopoli yang merugikan.
Menurut Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), M. Afif Hasbullah, keberadaan regulasi yang lebih ketat dapat membantu menjaga keseimbangan dalam persaingan usaha digital.
“Kami melihat adanya kebutuhan mendesak untuk mengatur platform digital agar lebih transparan dan akuntabel. Dengan regulasi yang tepat, kita dapat memastikan ekonomi digital berkembang dengan lebih adil,” ujar Afif dalam sebuah diskusi panel di Jakarta, Selasa (18/2/2025).
Salah satu poin penting dalam regulasi yang sedang dikaji adalah kewajiban bagi perusahaan teknologi raksasa untuk memberikan opsi pembayaran yang lebih fleksibel kepada pengembang aplikasi dan pengguna.
Hal ini bertujuan agar perusahaan seperti Google dan Apple tidak dapat memaksakan sistem pembayaran mereka sendiri dengan tarif tinggi yang merugikan pelaku bisnis kecil.
Dampak Positif Regulasi bagi UMKM dan Startup Lokal
Keberadaan regulasi yang lebih ketat terhadap raksasa teknologi tidak hanya menguntungkan konsumen, tetapi juga membuka peluang lebih luas bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) serta startup lokal.
Dengan adanya regulasi yang memastikan persaingan yang sehat, UMKM tidak akan kalah dalam kompetisi dengan perusahaan multinasional yang memiliki modal besar.
CEO Tokopedia, Melissa Siska Juminto, mengungkapkan bahwa regulasi yang berpihak kepada ekosistem digital lokal sangat dibutuhkan.
“Kami percaya dengan adanya kebijakan yang mendorong persaingan sehat, lebih banyak startup dan UMKM akan mampu berkembang, memberikan lebih banyak pilihan kepada konsumen, serta menciptakan inovasi yang lebih baik,” ujar Melissa.
Senada dengan hal tersebut, Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) juga mendukung upaya pemerintah dalam mengatur dominasi raksasa teknologi.
Ketua idEA, Bima Laga, menegaskan bahwa keberpihakan terhadap pelaku bisnis dalam negeri menjadi kunci bagi pertumbuhan ekonomi digital Indonesia.
“Jika regulasi hanya menguntungkan pemain besar, maka ekosistem digital kita akan dikuasai oleh asing dan UMKM kita akan semakin sulit bersaing.”
“Oleh karena itu, regulasi harus diarahkan untuk mendorong inovasi dari dalam negeri,” kata Bima.
Masa Depan Ekonomi Digital Indonesia
Indonesia berada di persimpangan jalan dalam menentukan kebijakan ekonomi digitalnya.
Dengan potensi pertumbuhan yang begitu besar, regulasi yang tepat dapat menjadi kunci dalam menjaga keseimbangan antara inovasi dan persaingan usaha yang sehat.
Jika kebijakan yang berpihak pada UMKM dan startup lokal diterapkan dengan efektif, Indonesia berpotensi menjadi pusat ekonomi digital terbesar di Asia Tenggara.
Namun, jika dominasi perusahaan raksasa dibiarkan tanpa regulasi yang ketat, maka akan semakin sulit bagi pelaku bisnis lokal untuk bersaing dan bertahan.
Dengan langkah-langkah yang tepat, diharapkan ekonomi digital Indonesia dapat berkembang secara inklusif, menciptakan lapangan kerja baru, serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.
(BAS/Red)