Axial Seamount, Gunung Api Bawah Laut Teraktif di Pasifik Diprediksi Meletus Sebelum Akhir Tahun 2025

Foto: Axial Seamount, gunung api bawah laut yang terletak sekitar 482 kilometer dari pantai Oregon, Amerika Serikat. (Wikipedia)
Foto: Axial Seamount, gunung api bawah laut yang terletak sekitar 482 kilometer dari pantai Oregon, Amerika Serikat. (Wikipedia)

Axial Seamount, gunung api bawah laut paling aktif di Pasifik diprediksi meletus sebelum akhir tahun 2025.

Generasi.co, Jakarta – Axial Seamount, gunung api bawah laut yang terletak sekitar 482 kilometer dari pantai Oregon, Amerika Serikat, kembali menjadi sorotan para ilmuwan.

Gunung api ini, yang merupakan bagian dari Ring of Fire atau Cincin Api Pasifik, diprediksi akan meletus sebelum akhir tahun 2025.

Cincin Api Pasifik dikenal sebagai area paling aktif secara vulkanik di Bumi.

Axial Seamount sendiri terletak di Pegunungan Cascade, wilayah yang menjadi rumah bagi beberapa gunung api paling aktif di dunia.

Berbeda dengan gunung api lain yang bisa tidur selama ribuan tahun, Axial Seamount memiliki frekuensi letusan yang relatif singkat, yakni dalam hitungan tahun.

Sejak 1997, gunung api ini telah dipantau secara intensif melalui New Millennium Observatory (NEMO), observatorium gunung api bawah laut pertama di dunia.

Data menunjukkan bahwa Axial Seamount telah meletus beberapa kali, yaitu pada tahun 1998, 2011, dan 2015.

Kini, para ilmuwan memprediksi letusan berikutnya akan terjadi sebelum akhir 2025.

Karakteristik Unik Axial Seamount

Axial Seamount memiliki karakteristik yang berbeda dari gunung api lain di wilayah Northwest.

Gunung api ini berbentuk perisai dengan lava tipis, yang berarti setiap letusannya cenderung mengeluarkan magma dan membentuk dasar laut baru.

Struktur ini membuat risiko tsunami yang ditimbulkan sangat rendah.

Selain itu, Axial Seamount tidak terhubung dengan Zona Subduksi Cascadia, area berbahaya yang diperkirakan akan memicu gempa besar dijuluki ‘The Big One’.

Gunung api ini justru berada di punggung bukit Juan de Fuca, jauh di barat zona subduksi.

Letusannya diperkirakan tidak akan memengaruhi aktivitas seismik di sepanjang pantai Oregon.

Pemantauan Intensif oleh Para Ilmuwan

Para ilmuwan dari Oregon State University (OSU) dan University of North Carolina di Wilmington telah mempelajari pergerakan magma di Axial Seamount menggunakan perekam tekanan dasar.

Setiap dua tahun, perekam ini diambil, dianalisis, dan diganti dengan yang baru.

Data yang terkumpul digunakan untuk memprediksi waktu letusan berikutnya.

Bill Chadwick, ahli vulkanologi dari OSU, melaporkan bahwa laju inflasi (pengembungan) di Axial Seamount terus meningkat hingga musim panas 2024.

Namun, pembaruan pada Oktober 2024 menunjukkan bahwa laju inflasi dan aktivitas seismik di sekitarnya telah stabil.

“Letusan tampaknya tidak akan terjadi dalam waktu dekat, tetapi tidak akan terjadi selamanya,” ujar Chadwick.

Ia menegaskan bahwa letusan antara sekarang dan akhir 2025 tidak dapat dihindari.

Laboratorium Alam untuk Studi Vulkanologi

Axial Seamount tidak hanya menarik perhatian karena aktivitas vulkaniknya yang tinggi, tetapi juga menjadi laboratorium alam bagi para ilmuwan.

Dengan mempelajari gunung api ini, mereka berharap dapat memahami lebih dalam tentang mekanisme letusan gunung api bawah laut di seluruh dunia.

“Gunung api ini menyediakan kesempatan langka untuk mempelajari proses vulkanik secara real-time,” kata Chadwick.

“Data yang kami kumpulkan dari Axial Seamount dapat membantu memprediksi dan memitigasi risiko letusan gunung api lain di masa depan.” katanya kembali.

Apa yang Harus Diwaspadai?

Meskipun letusan Axial Seamount diperkirakan tidak akan menimbulkan tsunami atau gempa besar, para ilmuwan tetap mengimbau masyarakat untuk tetap waspada.

Pemantauan terus dilakukan untuk memastikan bahwa setiap perubahan aktivitas dapat dideteksi sedini mungkin.

Dengan prediksi letusan yang semakin dekat, Axial Seamount kembali mengingatkan kita akan kekuatan alam yang luar biasa.

Namun, berkat kemajuan teknologi dan penelitian, para ilmuwan kini memiliki alat yang lebih baik untuk memahami dan memprediksi fenomena alam ini.

(BAS/Red)