Usulan Prabowo Subianto Soal Kepala Daerah Dipilih DPRD, Ahmad Muzani: Gerindra Setuju

Foto: Ketua MPR RI Ahmad Muzani diwawancarai setelah Konsolidasi Asosiasi Peternak & Penggemuk Sapi Indonesia (APPSI), di Yogyakarta, Rabu malam (11/12/2024). (Istimewa)
Foto: Ketua MPR RI Ahmad Muzani diwawancarai setelah Konsolidasi Asosiasi Peternak & Penggemuk Sapi Indonesia (APPSI), di Yogyakarta, Rabu malam (11/12/2024). (Istimewa)

Sekjen Partai Gerindra Ahmad Muzani menyatakan dukungan terhadap usulan Presiden Prabowo Subianto agar kepala daerah dipilih oleh DPRD. Kajian terkait wacana ini direncanakan dimulai pada 2025.

Generasi.co, Jakarta – Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Gerindra Ahmad Muzani menyampaikan bahwa partainya mendukung usulan Presiden RI Prabowo Subianto.

Usulan Prabowo Subianto tersebut, menurut Ahmad Muzani, terkait perubahan sistem pemilihan kepala daerah dari pemilihan langsung menjadi pemilihan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).

Muzani menjelaskan bahwa wacana ini akan dikaji lebih mendalam di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada 2025 mendatang.

“Kalau Gerindra tidak ada masalah. Kalau pilkada harus dipilih DPRD, Gerindra setuju. Tapi ini kan pilkada baru selesai. Gubernur, wali kota, bupati baru saja dilantik.”

“Setelah itu, kami akan minta dilakukan kajian-kajian dulu di DPR. Setelah itu baru dibahas. Ya, mungkin 2025,” ujar Muzani saat ditemui di acara Silaturahmi Kerja Nasional (Silaknas) Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) di Bogor, Minggu (15/12/2024).

Dorongan Kajian Melibatkan ICMI

Dalam kesempatan tersebut, Muzani juga mengajak ICMI untuk berperan aktif memberikan pandangan dan masukan terkait wacana perubahan sistem ini.

Ia berharap pemikiran dari para cendekiawan muslim dapat menjadi bahan kajian yang konstruktif bagi pemerintah dan legislatif.

“Kami berharap teman-teman ICMI memberikan pandangan kepada pemerintah untuk melakukan kajian ini. Pemerintah membutuhkan masukan untuk menyampaikan pandangan-pandangannya, termasuk kepada legislatif,” jelas Muzani.

Alasan Wacana Perubahan Sistem Pemilihan

Menurut Muzani, wacana perubahan sistem pemilihan kepala daerah ini muncul akibat tingginya biaya yang harus dikeluarkan oleh para kandidat dalam pelaksanaan pemilihan langsung.

Ia menilai, demokrasi seharusnya berujung pada pengabdian kepada masyarakat, bukan pada kompetisi yang membebani secara ekonomi.

“Dalam kasus pilkada kemarin, hampir semua peserta pilkada mengatakan mahal, baik yang menang maupun kalah. Demokrasi kita jadi terlalu mahal.”

“Padahal, ujung dari demokrasi itu adalah pengabdian. Pengabdian itu artinya kerelaan untuk memberikan bakti kepada rakyat dan bangsa,” ungkap Muzani.

Presiden Prabowo Subianto, lanjut Muzani, mengusulkan agar solusi alternatif dicari untuk menekan tingginya biaya demokrasi ini.

Keterkaitan Biaya Mahal dan Partisipasi Pemilih Rendah

Muzani juga menyoroti rendahnya partisipasi pemilih pada Pilkada 2024 sebagai salah satu alasan yang memperkuat wacana perubahan sistem pemilihan.

Ia menyebut partisipasi rata-rata hanya mencapai 60 persen, meskipun biaya yang dikeluarkan untuk menyelenggarakan pilkada sangat besar.

“Partisipasinya kemarin rata-rata 60 persen, rendah. Pilkadanya mahal, jadi itu jadi beban. Biaya ekonominya tinggi. Jadi, kira-kira seperti itu. Semua ini saling terkait,” ujar Muzani.

Ia menambahkan bahwa penghematan anggaran menjadi salah satu pertimbangan utama dalam mendorong kajian ini.

Pro dan Kontra di Tengah Masyarakat

Wacana kepala daerah dipilih oleh DPRD telah menimbulkan berbagai pandangan di tengah masyarakat.

Sebagian kalangan menilai langkah ini dapat mengurangi keterlibatan masyarakat dalam proses demokrasi, sementara yang lain memandangnya sebagai upaya efisiensi.

Namun, Muzani menegaskan bahwa semua masukan akan dipertimbangkan secara matang sebelum keputusan diambil.

Kajian yang mendalam diharapkan mampu menghasilkan solusi terbaik bagi sistem demokrasi di Indonesia.

Langkah Selanjutnya: Kajian di 2025

Proses kajian yang akan dimulai pada 2025 menjadi langkah awal untuk mengevaluasi efektivitas dan dampak dari usulan ini.

Muzani memastikan bahwa pembahasan akan melibatkan berbagai pihak, termasuk akademisi, praktisi politik, dan masyarakat sipil.

“Ini bukan keputusan yang bisa diambil secara tergesa-gesa. Kita butuh kajian mendalam dan diskusi yang melibatkan semua pihak,” tutup Muzani.

Wacana perubahan sistem pemilihan kepala daerah dari pemilihan langsung jadi pemilihan oleh DPRD merupakan isu yang kompleks.

Alasan efisiensi biaya dan rendahnya partisipasi pemilih menjadi pemicu utama munculnya gagasan ini.

Namun, perubahan ini harus dikaji dengan cermat agar tidak mengurangi esensi demokrasi dan keterlibatan masyarakat.

Pemerintah dan legislatif diharapkan mampu menghadirkan solusi yang seimbang, mengedepankan prinsip efisiensi tanpa mengorbankan nilai-nilai demokrasi.

Kajian yang melibatkan berbagai elemen masyarakat, seperti ICMI, akan menjadi kunci dalam menentukan arah kebijakan ini.

(BAS/Red)