Respons Eddy Soeparno Soal Proyek Batu Bara Jadi DME Pengganti LPG

Foto: Wakil Ketua MPR RI dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Eddy Soeparno. (Istimewa)
Foto: Wakil Ketua MPR RI dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Eddy Soeparno. (Istimewa)

Generasi.co, Jakarta – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengungkapkan bahwa dari 21 proyek hilirisasi yang akan dipercepat Presiden RI Prabowo Subianto, proyek gasifikasi batu bara jadi Dimethyl Ether (DME) atau pengganti Liquefied Petroleum Gas (LPG) menjadi yang terbesar. 

Wakil Ketua MPR RI dari Fraksi PAN Eddy Soeparno mengapresiasi terobosan hilirisasi batubara menjadi DME.

Namun, Eddy menyampaikan catatan mengenai pentingnya kebijakan ini memperhatikan keekonomian dari produk utamanya.  

“Ketika menjadi pimpinan Komisi VII DPR dari tahun 2019-2024, saya mendalami proses hilirisasi batubara jadi DME dan kami terbentur pada kendala utama yakni keekonomian dari produk jadinya,” jelas Eddy yang juga Anggota Komisi XII DPR RI yang membidangi Investasi, Hilirisasi, Lingkungan Hidup serta Energi dan Sumber Daya Mineral.   

Doktor Ilmu Politik UI ini menjelaskan, bahan baku yang digunakan untuk diproses menjadi DME adalah batubara dengan kandungan kalori yang baik sehingga biaya yang dibutuhkan cukup tinggi. 

“Karena feedstock batubara yang digunakan berkalori 4000 – 4200, biaya bahan bakunya relatif tinggi. Sehingga ketika melalui proses produksi jadi DME, harga barang jadinya menjadi mahal dan bahkan dalam hitungan kami bisa lebih mahal daripada impor LPG,” 

“Padahal tujuan kita memproduksi DME adalah justru untuk mensubstitusi penggunaan LPG,” tambahnya. 

Eddy menjelaskan, kendala dan perhitungan keekonomian pada saat itu yang membuat kebijakan hilirisasi batubara ini akhirnya tidak berlanjut.  

“Kendala keekonomian ini membuat dua BUMN kita, serta salah satu perusahaan batubara swasta nasional membatalkan investasi dengan perusahaan Airproducts dari Amerika yang memang ahli dalam proses hilirisasi batubara” lanjutnya.  

Karena itu ke depan, Eddy mengusulkan agar para pengambil kebijakan melakukan kajian lebih lanjut untuk memastikan agar keekonomian produk DME lebih murah dibandingkan LPG.

Kajian ini penting untuk memastikan kebijakan hilirisasi batubara dapat mengurangi impor dan memperkuat ketahanan energi nasional.  

“Jika impor LPG masih lebih murah dibandingkan produksi DME, ada baiknya kita mengkaji peningkatan kapasitas produksi LPG dalam negeri ketimbang membangun fasilitas produksi DME. Paling tidak hal ini akan mengurangi impor LPG secara signifikan sehingga tidak menguras devisa kita.

“Jika di masa mendatang teknologi produksi DME menjadi lebih terjangkau, kita bisa melangkah untuk melakukan hilirisasi batubara” tutup Anggota DPR RI Jawa Barat III Kota Bogor dan Cianjur ini.

(mpr.go.id)